Foto: www.republika.co.id |
Gerimis penghujung semester
turun
tak sempurna di halaman sekolah
tanpa
bentang pelangi wajahmu
sebab
riuh warnamu telah disemedikan langit
dalam
belantara hutan mata kita
Setiap
kedip hari kita
t’lah
dibulatkan menjadi biji-biji tasbih
pada
kalung pertapa moyang kita
maka,
tunduklah kita pada takdir lingkaran
diputar
serupa sirkus tata surya
entah
oleh jari-jemari pertapa siapa
lalu
kita terjebak
berjumpa
hari-hari yang sama
Hari
yang membuat nasib kita renta
tergeletak
menjadi rel-rel tua
Siapa
yang sanggup menahan laju gerbong kita
Stasiun
cerita mesti kita gapai
tak
peduli media mabuk aksara
menebar
angka-angka beraroma vodka
di
kepala dan perut kita
Tahan
saja mual prasangka
yang
menghimpit tenggorokan kita!
Jangan
sampai muntah!
nanti
sekolah yang kita kunyah
keluar
berlompatan dari perut kita
lalu
mengalir pada wastafel
bersama
air sabun bekas cucian tangan manusia
Jangan!
Sekolah mesti diriuhkan dalam tubuh kita
seperti
hiruk pesta obor di tengah malammu
yang
menuntun tangan-tangan pemain drum band
menabuh
getar jantung 45
mengusir
kegelapan senyapmu
Jangan
biarkan ketakutan mengental begitu saja
‘kan
menjadi sumbatan keinginan kita
sebab
cita harus mengalir
bersama
sungai menuju lautmu
kita
tunggu gemuruh kelas
berdebur
di pantai amnesiamu
(Batubulan, 31 Juli 2020)
0 komentar:
Posting Komentar