Jumat, 21 Mei 2021

 

Naskah Drama Modern

"Tarikan Bapa Tapel Topeng Tua Itu!"

oleh

I Ketut Serawan

“TARIKAN “TARIKAN BAPA TAPEL TOPENG TUA ITU!”

ceritabudi.Wordpress.com

 

Adegan 1

(Lampu menyala pelan. Latar panggung memperlihatkan satu meja dan 3 kursi. Masing-masing diduduki oleh Bapa, Meme, dan Cening. Di belakangnya, membentang kain hitam dengan tapel-tapel topeng menggantung. Bapa, Meme, dan terdakwa Cening (si anak) terlibat pembicaraan serius. Bapa dan Meme berusaha keras membujuk Cening agar mau menjadi penari topeng sebagai penerus Bapa yang sudah puluhan tahun menjadi penari topeng profesional).

 

v  Bapa          : (Menghela napas panjang. Matanya menatap tajam salah satu tapel yang dipegangnya sambil mengusap-usap halus dengan penuh perasaan. Ia memulai perbincangan dengan muka sendu dan ragu). “Ning…, Bapa sangat berharap kamu mau menjadi penari topeng. Sebab umur Bapa sudah terlalu tua untuk menarikan tapel-tapel topeng ini.”

v  Cening       : “Bapa? (sambil tangannya memukul meja) Bukankah sudah berkali-kali tiang katakan. Tiang tidak berbakat menjadi seorang penari topeng. Ngidih olas, Pa…Jangan paksa tiang!”

v  Bapa          : “Ning, ini bukan persoalan berbakat atau tidak. Tapi ini urusan kelangsungan hidup Bapa.”

v  Cening       : “Apa maksud, Bapa?”

v  Bapa          : “Berpuluh-puluh tahun, Bapa menarikan tapel-tapel topeng ini. Mereka sudah Bapa anggap bagian dari jiwa Bapa. (Berdiri mengelus satu per satu topeng yang menggantung pada kain hitam). Bapa ingin….tapel-tapel topeng ini tetap hidup sepanjang zaman.”

v  Cening       : “Tapi Bapa…..” (dipotong Meme).

v  Meme        : “Cening…. Bapamu benar. Saat ini, kita membutuhkan pewaris-pewaris Bapa. Pewaris-pewaris yang bisa konsisten menarikan tapel-tapel ini.”

 

  

Adegan 2

(Panggung dengan latar studio tari. Ada tape, VCD, foto-foto Bapa menarikan topeng, dan slide (poster) gerak-gerak dasar tarian topeng. Tampak Bapa sibuk melatih seorang bule (Scoot) dan anaknya (Thomas) menari topeng. Namun, kali ini Bapa tidak bersemangat seperti biasanya. Kedua bule itu menjadi komplin).

 

v  Scoot         : “Kenapa Bapa tidak begitu semangat melatih kami hari ini?” (logat bule)

v  Thomas      : “Ya, kenapa hari ini Bapa lebih banyak melamun? Tidak fokus?” (logat bule)

v  Scoot         : (Karena tidak dijawab, Scoot kemudian mendekati Bapa dan melambaikan tangan persis di muka Bapa). “Bapa?”

v  Bapa          : “Oh, ya, ya, ya. I’m sorry Scoot (Tersadar dari lamunan). Ada apa Scoot?”

v  Scoot         : “Bapa berbeda hari ini.”

v  Bapa          : “Ah, tidak, tidak, tidak. Perasaan Scoot saja kali (sambil cepat membuang dan menyembunyikan perasaan sedihnya).

v  Scoot         : “Kita stop saja latihannya hari ini. Bapa mungkin butuh istirahat.”

v  Bapa          : “Tidak. Tidak. Tidak. Bapa tidak apa-apa. Bapa sehat, kok.”

v  Thomas      : “Ya. Sebaiknya, Bapa istirahat saja dulu. Kami tidak apa-apa, kok (sambil berlalu meninggalkan Bapa).

v  Bapa          : (Tangan dan kaki Bapa terasa kaku untuk mencegah kepergian Scoot dan Thomas. Kembali Bapa dihantui rasa galau). “Seandainya Cening juga ikut berlatih menari topeng hari ini….”(tatapan matanya kosong).

 

Adegan 3

(Panggung penuh botol arak, tuah, dan sebuah gitar. Empat pemuda sedang mabuk. Cening bersama temannya Doglagan, Rengas, dan Nyamprut berpesta miras. Aroma miras berlomba bersama asap rokok memenuhi panggung. Keempatnya tampak oleng).

 

v  Cening       : “Coba kalian pikir? Ayahku pingin aku menjadi penari topeng.” (sambil mereguk minuman tuak di tangannya).

v  Doglagan   : “Apaa…? Menjadi topeng? (sambil mendelikkan mata). Haaaa…haaaa……haaa….Cening…Cening… Yang gini-gini itu kan? (menaruh telapak tangannya di muka). Gak salah?”

v  Rengas      : (Doglagan mendekati Rengas sambil membisiki sesuatu) “Menjadi Celeng? (Rengas tertawa panjang, sambil menirukan gerakan celeng). Masak anak gaul, anak metal gini jadi Celeng?”

v  Cening       : “Heeeh….diaaam!!!” (suasana hening sejenak).

v  Nyamprut  : (menunjuk muka Doglagan dan Rengas) “Haaa…haaaa…haaa….Dasar pemabuk. Tadi Cening bilang, menjadi penari topeng seperti ayahnya. Dasar budek!”

v  Rengas      : “Tapi, bagaimana pun juga, tetap tidak pantes. Hari gini anak muda jadi penari nggak cocok. Apalagi penari topeng. Kuno! Turun derajat kita, Man!”

v  Doglagan   : “Ning, cocoknya kita itu jadi Rock n’rol. Mentaaaal…..Man!” (mengambil gitar, memainkan sambil mengacungkan 3 jari di lidahnya serta bernyanyi “Rocker Juga Manusia”).

 

Adegan 4

(Bapa menari seorang diri. Awalnya kuat, bertenaga, dan cepat. Lama- kelamaan, melemah dan jatuh tersungkur ke lantai. Meme datang memapahnya).

 

v  Meme        : “Jangan dipaksa, Pa! Bapa sudah bertambah tua”.

v  Bapa          : “Bli, mungkin kurang istirahat saja.”

v  Meme        : “Bukan. Bli, sakit. Lihat muka, Bli (mengusap muka Bapa). Pucat sekali.”

v  Bapa          : “Nggak usah Khawatir, Me. Bli tidak apa-apa.”

v  Meme        : “Bli, terus berbohong. Itu nasi di dapur tidak pernah Bli sentuh, tetapi Bli selalu bilang sudah makan. Makan apa?”

v  Bapa          : “Belakangan, Bli memang tidak selera makan. Rasanya lebih bergairah untuk menari dan terus menari topeng.”

v  Meme        : “Tapi itu berbahaya bagi kesehatan, Bli. Dari mana Bli dapat tenaga untuk menari?”

v  Bapa          : “Bli kuat.” (Terbatuk-batuk)

v  Meme        : “Sudah. Bli harus istirahat dan makan. (Meme keluar sambil memapah Bapa).

 

 

  

Adegan 5

(Bapa jatuh sakit. Kabar ini begitu cepat meluas. Orang-orang ramai membicarakannya. Ni Polog, Ni Cableg, dan Ni Cokot juga tak ketinggallan. Dalam kesempatan “ngayah” di Pura Desa, ketiganya tampak serius memperbincangkan Bapa sambil tangannya sibuk majejahitan).

 

v  Ni Polog    : “Mimiih…dewa ratu! Karya Agung di Pura Desa sudah dekat.”

v  Ni Cableg  : “Iya. Terus, siapa yang nanti menarikan topeng tua itu?”

v  Ni Cokot   : “Itu dia. Bisa-bisa karya agung itu tidak selesai.”

v  Ni Polog    : “Tiang juga berpikir sama.”

v  Ni Cableg  : “Sssst….Jangan nak e pesimis begitu. Kita doakan supaya Bapa cepat sembuh.”

v  Ni Cokot   : “Sudah pasti! Cuma, kadang-kadang saya berpikir heran.”

v  Ni Polog    : “Heran bagaimana?”

v  Ni Cokot   : “Tiang belum pernah melihat ada orang di desa kita yang bisa menarikan topeng sehebat Taksu Bapa.”

v  Ni Cableg  : “Ampura, ngih. Menurut tiang, mestinya Cening bisa mewariskan keahlian  I Bapa.”

v  Ni Polog    : “Jangankan ahli kayak I Bapa, belajar saja katanya Cening nggak pernah.”

v  Ni Cokot   : “Kok, bisa begitu, ya?”

v  Ni Cableg  : “Mungkin…. (dipotong sama Polog)

v  Ni Polog    : “Sudah. Sudah. Tidak baik membicarakan orang lain. Ayo, kita selesaikan pekerjaan kita!”

 

Adegan 6

(Lampu remang. Empat orang bertubuh kekar menjerat Cening dengan selendang hitam panjang. Di pojok kiri-kanan belakang berambut pirang dan gimbal. Begitu juga di pojok kiri-kanan depan. Semuanya  menggunakan topeng hidung mancung. Tubuh Cening yang terikat seperti laba-laba ditarik secara bergantian mulai sudut pojok kanan belakang, pojok kiri depan, pojok kiri belakang, dan pojok kanan depan. Adegan tarik-menarik ditutup dengan gerakan melilit tubuh Cening hingga tubuhnya dipapah ke luar panggung). Lampu padam.

 


Adegan 7

(Bapa mendadak terjaga dari tidurnya. Napasnya terengah-engah. Kembali ia dihantui oleh mimpi itu. Meme yang berjaga di sampingnya ikut terbangun).

 

v  Bapa          : “ Mimpi itu lagi….mimpi itu lagi…mimpi itu lagi!”

v  Meme        : “Jangan terlalu dipikirkan, Bli! Itu hanya mimpi.”

v  Bapa          : “Tidak, Me. Terlalu sering ia menghantui tidur, Bli. Cening dijerat oleh 4 orang bertubuh kekar, berambut pirang, gimbal dan menggunakan topeng hidung ….(segera Meme memotong pembicaraan).

v  Meme        : “Sudahlah, Bli. Tiang pikir sakit Bli jauh lebih penting daripada memikirkan mimpi itu.”

v  Bapa          : “Tapi, Me….”

v  Meme        : “Bli! (dengan nada yang agak tinggi) Kenapa Bli tidak bantu tiang untuk mencarikan jalan keluar agar Bli cepat sembuh. Coba Bli pikir, hampir sebulan Bli sakit. Berapa dokter, berapa balian sudah kita coba. Tetapi sakit Bli tidak ada perubahan. Malah semakin memburuk.”

v  Bapa          : “Bagi Bli... Itu tidak penting.”

v  Meme        : “Tapi bagi tiang penting.” (Sambil membelakangi Bapa. Dialog buntu. Keduanya terdiam).

v  Meme        : “Bli… menurut perasaan tiang, Bli menyembunyikan sesuatu di balik sakit, Bli.”

v  Bapa          : “Dari mana Meme tahu?”

v  Meme        : “Dari perasaan istri dan insting seorang perempuan.”

v  Bapa          : (Bapa terdiam lama. Kemudian, ia mengambil tangan istrinya). “Me…. Entah kenapa akhir-akhir ini Bapa seperti ngidam.”

v  Meme        : (Kali ini Meme yang terdiam) “Ngidam? Ngidam apa, Bli?”

v  Bapa          : “Bape dot sajan (ingin sekali) anak kita, Cening, menarikan tapel topeng tua itu!”

v  Meme        : (Mata Meme terbelalak).” Tapi, mana mungkin, Bli?”

 

  

 

Adegan 8

(Meme dan Cening masuk panggung. Mereka tampak serius memperbincangkan perkara sakit dan “idaman” Bapa).

v  Meme        : “Ning, kondisi Bapamu semakin memprihatinkan. Makin hari semakin mencemaskan. Dokter dan balian seolah-olah tak ada artinya bagi sakit Bapamu.”

v  Cening       : “Yang penting kita sudah berusaha, Me. Mungkin belum waktunya Ida Sanghyang Widhi memberikan kesembuhan pada Bapa.”

v  Meme        : (mengambil tangan Cening) “Mungkin satu-satunya yang bisa memberi harapan sembuh hanya Cening.”

v  Cening       : “Meme membingungkan tiang.”

v  Meme        : “Kemarin, Bapamu mengatakan bahwa beliau ingin kamu menarikan tapel topeng tua di hadapannya.”

v  Cening       : (terkejut dan tidak percaya) “Apa….? Mustahil, Meme.”

v  Meme        : “Meme mengerti. Ke sini, Ning!” (Meme membisiki sesuatu ke telinga Cening)

 

Adegan 9

(Tangan Meme mengambil bubur dari piring dan hendak menyuapi Bapa. Namun, tiba-tiba terdengar suara gamelan topeng tua. Seseorang masuk panggung, menari topeng tua di hadapan Bapa. Mendadak Bapa bisa duduk seorang diri. Ia begitu tertegun dan takjub. Penari itu terus menari topeng tua dengan lihainya).

 

v  Bapa          : “Ceningkah itu?”

v  Meme        : “Ya. Sesuai idaman, Bli.”

v  Bapa          : “Mana mungkin?”

v  Meme        : “Kenapa tidak.”

v  Bapa          : “Bli, tidak percaya!” (bergegas hendak mendekati penari itu)

v  Meme        : (Meme langsung menangkap tangan kiri Bapa. Sementara tangan kanannya sudah telanjur memegang tapel topeng penari itu) “Bli, harus percaya!”

v  Bapa          : “Tidak. Hentikan gamelan itu!” (dengan nada keras)

v  Meme        : “Tidak penting, Bli.”

v  Bapa          : (membentak) “Matikan sekarang juga!” Bapa memperhatikan dengan seksama sembari meraba-raba tubuh penari topeng tua itu, mulai dari kaki, badan, tangan hingga membuka tapel topeng tua itu.

v  Bapa          : “Thomas?” (Bapa ambruk ketika mengetahui penari itu adalah si bule Thomas, muridnya. Dengan cepat Meme menangkapnya)

v  Meme        : “Maafkan, tiang, Bli. Semua ini demi kesembuhan, Bli.”

v  Bapa          : “Tidak. Bapa ingin Cening yang menarikan tapel topeng tua itu, titik.”

 

Adegan 10

(Latar menggambarkan studio Bapa. Beberapa saat, muncul tokoh Cening dengan jalan sempoyongan (seperti setengah mabuk). Tangannya memegang sebotol tuak. Diminumnya berkali-kali. Ia masih dirundung stress yang berat. Ia harus bisa menarikan tapel topeng tua itu. Di sisi lain, ia tidak punya kemampuan menarikannya).

 

v  Cening       : “Bapa. Bapa…. Ngidam kok aneh-aneh.” (Ia mengamati satu persatu tapel-tapel itu. Sampai ia menemukan tapel tua itu. Ia mengambilnya dan menimang-nimangnya).

v  Cening       : “Haaaa….haaa….haaa….. Tiang harus menarikan ini?” (Dia melempar tapel itu. Namun, dipungutnya lagi).

v  Cening       : “Mana mungkin ini bisa menyembuhkan, Bapa?”

v  (Tiba-tiba Cening terdiam. Tangannya menempel pada telinga seperti mendengar sayup-sayup gamelan topeng. Ia menaruh tapel topeng tua di atas kepala. Tangannya meliuk-liuk seperti berusaha menarikan tapel itu. Tetapi gerakannya sembarangan (mirip seperti penari mabuk). Gamelan itu terdengar dan menghilang silih berganti.

v  Cening       : “Lihat Bapa, tiang bisa. Tiang bisa menarikan tapel topeng tua ini. Lihat, Pa…lihat, Pa….lihat….. (teriak). Haaa….haaaa…..haaaa….”

 

Adegan 11

(Studio Bapa berantakkan. Tapel-tapel topeng posisinya serampangan, tetapi masih menggantung pada tempatnya. Dua tapel topeng tua Bapa lenyap. Bapa tertatih-tatih mencarinya. Kemudian, matanya terfokus pada sebuah bungkusan kain hitam. Ia membukanya. Di sebelah kiri, tapel topeng yang dibelakang berisi tulisan “Maafkan atas kemabukkan tiang selama ini! dari Cening”. Yang satu lagi berisi tulisan “Sadarkan tiang! dari Cening”. Selanjutnya, Bapa mengambil tapel  topeng tua yang terakhir. Ia memasang ke mukanya. Mendadak terdengar suara gamelan topeng tua. Ia menarikan tapel itu dengan semangat, senada dengan gamelan.

Lampu padam

 

Tamat

0 komentar:

Posting Komentar