Selasa, 25 Mei 2021

 


Foto: id.depositphoto.com
Musim tiba-tiba saja lindap

Di bilik jantung kita

Memompa getar ketakutan

Pada setiap denyut tarikan napas kita

 

Dari balik masker, orang-orang berkomat-kamit

Seperti hendak membaca mantra teluh

Mengutuk jejak bayang-bayangnya sendiri

 

Lalu kau dan aku tersesat pada sebuah negeri patung

Tempat kelebat curiga

Dipelihara dalam kepak sayap-sayap kelelawar

Yang lapar menelan siluet senja

 

Ah, jalanan tiba-tiba kehilangan denyut nadi

Tak menyediakan celah mimpi

Sebab malam telanjur pecah menjadi kota mati

Di sudut bola mata kita sendiri

 

Esok menjadi lunglai

Namun, jarum jam tak boleh lelah

Memutar letih dini hari

Siapa tahu kita berjumpa tujuh bidadari entah di detik perih keberapa

Lalu kita akan berbagi pagi, sungai, dan kicau hari

 

Karena esok mesti rampung kita tulis dalam buku Seribu Mimpi

Di situlah kita menangkar asa

Membentengi diri dari gulma prasangka dan konspirasi kura-kura

Sambil menunggu jarak

Tenggelam dalam bendungan rindu kita

Lalu kita bayangkan sekolah

Sebagai tempat berbagi ari-ari kita

                                                (Batubulan, Tumpek Landep, 18 Juli 2020) Puisi ini merupakan salah satu puisi  yang masuk nominasi Lomba Menulis Puisi Guru Tingkat Nasional.

0 komentar:

Posting Komentar