Merapi Lava Tour: Adventure Lereng Gunung, Menikmati Puing
Alam, dan Memacu Andrenalin
Off-road dan momen basah-basahan di Kalikuning
“Bruum…Bruuum…Bruuum!” Bunyi
mesin mobil jeep memekakkan telinga. Gerimis tipis yang sempat turun, tiba-tiba
lenyap. Mungkin ngeri kali, ya! Takut melihat 30-an mobil offroad (jenis
jeep Willys buatan Amerika) dari berbagai warna dan model, membentuk barisan seperti hendak
berkonvoi. Entah untuk merayakan euforia kemenangan atau hendak menggelar
kampanye.
Perasaanku berkecamuk.
Deg-degan, tegang, gugup, takut, khawatir, ngeri, penasaran, dan senang
bercampur jadi satu. Maklum, ini kali pertama aku melakukan adventure. Petualangan yang sudah lama
aku dambakan.
Kali ini, bersama
120-an teman-teman sekolahku (plus 10 guru pendamping), aku melakukan adventure di lereng Gunung Merapi (GM),
Yogyakarta. Minggu (06/10/2019), sekitar pukul 11.00 WIB, rombongan kami
melakukan persiapan di basecamp, kaki GM. Kami tertahan oleh celoteh pemandu
pariwisata setempat, sambil menggenakan helm dan menutup mulut hidung kami
dengan masker. Karena mobil yang kami tumpangi tidak beratap, alias terbuka.
Puluhan jeep yang kami
tumpangan sudah tak sabar melaju. Sudah hampir 30 menit, para sopir menginjak
gas dalam-dalam. Mereka tak sabar untuk melaju. Sama seperti yang Kurasakan.
“Ayooo…Tancap, Pak Sopir!” teriak teman-temanku spontan dan kompak.
Rombongan
kami lalu melaju melewati tanjakan agak mulus. Namun, tak lama kemudian tubuh
kami mulai terguncang. Kami melewati jalanan setapak berdebu dan penuh batu. Kami
menerobos, seperti pasukan Pandawa atau Korawa yang hendak menuju medan
Kurusetra. Mata kami tak berkedip menikmati kampung
Kinahrejo yang luluhlantak, bekas hunian warga yang rubuh dan tak berpenghuni.
Sayup-sayup Aku mendengar suara sopir. Ia
berbicara sambil menunjuk-nunjuk di sebelah kiri jalan (area Kaliadem), ada satu
lahan
ditumbuhi pohon bambu dan rerumputan
hijau. Konon itu merupakan makam masal, korban erupsi GM tahun 2010. Aku melihat sepintas lalu, karena jeep yang
aku tumpangi melaju dengan cepat.
Deru mesin jeep terus membelah
jalan-jalan setapak. Sementara, kepulan debu mulai beterbangan bercampur
bersatu bersama tubuh kami. Seluruh badan kami “mengabu”, mulai dari ujung helm
hingga ujung kaki. Namun, teriakan penuh keseruan tak juga berhenti, seperti
yel yel perjuangan. “Yahuuu….!” teriak kami menyeruak, memecah siang berdebu.
Rute Adventure
Hingga di sebuah
ketinggian, para sopir membanting setir kemudian mematikan mesin mobil jeepnya.
Kami diminta turun, lalu digiring menuju sebuah puing-puing bangunan. Pemandu
lokal menyebutnya dengan nama Museum Sisa Hartaku. “Museum yang sederhana,”
pikirku. Di sini aku melihat puing-puing benda erupsi yang tertata, seperti tulang
belulang sapi yang utuh, pakaian, peralatan rumah tangga, mebel, motor, foto
momen erupsi, dan lain sebagainya.
Usai menikmati Museum
Sisa Hartaku, aku dan rombongan berlarian menuju jeep yang kami tumpangi. Aku
lihat para sopir sudah stand by
hendak melaju kembali. Aku dan teman-teman melompat naik ke atas mobil. Kata
pemandu, Kami akan melanjutkan perjalanan kedua menuju Batu Alien.
Ketika satu mobil
melaju, jeep lainnya tidak mau kalah. Kami melaju bergerombol seperti balapan.
Kami berpacu sambil saling mendahului (menyalip). Para sopir yang andal itu
seolah-olah tidak mempedulikan penumpang. Mereka menginjak gas dengan kencang
di atas jalan yang penuh dengan timbunan material vulkanik
(pasir), kerikil dan batu-batuan berukuran besar yang dimuntahkan dari perut GM.
Tubuh Kami hampir terpental,
terlempar ke luar mobil. Aku cepat-cepat berdiri, berpegangan kuat pada rangka
jeep. Mobil yang Aku tumpangi seperti hendak nyungsep. Oleng ke kiri-kanan menghindari batu-batu besar di jalan.
Sesekali, kepala mobil terangkat tinggi seperti kuda meringkik. “Wuuuu….!” Aku
mengelus dada. Jantungku hampir copot.
Namun, petualangan
belum selesai. Kami harus melaju. Melaju menuju yang Kami mau yaitu Batu Alien.
Batu raksasa itu harus menghentikan sejenak perjalanan kami. Aku dan rombongan
melompat turun, berlomba-lomba untuk segera melihat batu tersebut. Sebuah batu
raksasa menancap di atas permukaan tanah. Menurut
pemandu lokal, bongkahan Batu Alien ini berasal dari perut merapi yang
terlempar. Batu itu seperti pahatan alami, memiliki dua mata, hidung, mulut,
telinga, lengkap seperti alien. Batu besar ini ditemukan oleh warga pada tahun
2010 dan dijadikan salah satu komoditi pariwisata pada tahun 2011.
Puas menikmati Batu Alien, kami berebutan naik ke
jeep lagi. “Let’s go, Pak Sopir!” Pak sopir menuruni jalan curam pendek.
Kemudian, memacu jeepnya yang bermandikan debu pasir. Matahari bersinar terik
persis di kepalaku. Namun, perjalanan belum usai. Jeep yang kami tumpangi terus
melaju, menerjang bebatuan, menghindari lubang-lubang menganga, dan sesekali standing. Ya, ampun! Rupanya
perjalananan menuju Bunker Kaliadem lebih terjal dan menanjak. Tidak hanya itu,
bongkahan-bongkahan batu besar berserakan di jalanan. “Awasss….!” Teriak
temanku. Mobil jeep yang Aku tumpangi seperti plane lepas landas, terbang tak menyentuh daratan.
Kombinasi jalan berlubang dan bongkahan batu, mengocok
perut, mengguncang tubuh, dan mengguncang nyali kami. Namun, kami tak gentar.
Kami berteriak-teriak kegirangan, sambil menikmati puing-puing hasil erupsi GM.
Bentangan kali kering di sebelah kanan kami, bergelimpangan material pasir,
kerikil, dan bongkahan bebatuan hitam. Sementara di kiri, merupakan ladang yang
kosong, ditumbuhi rumput liar dan beberapa gelimpangan batu besar.
Kami harus berhenti
ketika puncak GM tampak dekat dan jelas. Aku lihat puncak itu dikelilingi kabut
tebal. Kami turun dari jeep menuju Bunker Kaliadem. Kami
harus menaiki anak tangga untuk memasuki area Bunker Kaliadem, benteng
perlindungan warga dari awan panas. Tahun 2010, Bunker Kaliadem tak mampu
melindungan puluhan nyawa warga Kinahrejo. Karena lelehan lava GM menimbun dan menembus
pintu bunker serta menewaskan semua warga yang berlindung di dalamnya, termasuk
para relawan. Konon, bunker ini menyimpan misteri sekarang. Menurut berbagai
informasi, sering terdengar jeritan tangis di tempat ini. Iiiih, serem!
Dari titik bunker ini, kami juga menikmati betapa
gagahnya GM berdiri tegak, diselimuti kabut tebal. Namun, di titik Kami berdiri, hamparan tampak gersang
dan banyak bebatuan vulkanik. Kami tak melewati momen itu. Kami memotret
panoramanya, berselfie, dan foto bersama. “Di sini sejuk, indah, tetapi
menakutkan,” ucap Eva Sagitariani merinding, salah satu teman rombongan kami.
Momen foto-foto menjadi
cerita terakhir kami di Bunker Kaliadem. Selanjutnya, kami harus memutar
menuruni lereng GM menuju Kalikuning. “Yesss…Offroad Kalikuning!” ucap Ida
Ayu Tantri Krisnaputri, penuh semangat. Saking senang dan semangatnya,
perjalanan menjadi tidak terasa. Kami melintasi jembatan, lalu mobil menukik ke
bawah menuju sungai berisi aliran air cukup deras. Mobil jeep yang kami
tumpangi menerobos dan membelah air tersebut. “Yuhuuuu…Yuhuuuu...” Teriak kami
senang seperti paduan suara. Air terpental ke atas, lalu menyambar tubuh kami.
Spontan tubuh kami basah kuyup.
“Ayoo, Om. Lagi, om! Please, Om!” pintaku bersama
teman-teman. Jeep memutar lalu menabrak berkali-kali air sungai Kalikuning. Air
terbang menghantam rambut, kepala, muka dan seluruh bagian tubuh kami. Momen
basah-basahan itu merupakan trip terakhir adventure
kami. Momen inilah yang paling mengesankan bagi kami.
Gimana? Kamu tertarik? Perlu kalian ketahui bahwa
Merapi Lava Tour merupakan wisata berpetualang dengan jeep melihat sisi
Merapi sesudah erupsi. Paket wisata ini muncul setelah GM meletus hebat tahun
2010, yang menewaskan warga Desa Kinahrejo, relawan, termasuk juru kunci GM
yaitu Mbah Marijan. Dampak erupsi yang berantakan inilah yang justru dikemas
menjadi paket pariwisata.
Merapi Lava Tour dengan
kenderaan Jeep terbagi dalam tiga rute pilihan yakni short (1,5 jam), medium
(2,5 jam), dan long (4-5 jam). Tur rute pendek dengan Jeep berisi maksimal 4
orang dewasa dengan harga rental Rp 350.000, sementara untuk medium Rp 450.000
dan untuk long Rp 600.000.
Nah, kami memilih Merapi Tour
By Jeep Medium Track dengan rute Museum Sisa Hartaku, Batu Alien, Bunker
Kaliadem dan Offroad di Kali Kuning. Kegiatan offroad ini merupakan rangkain
hari ke-3 dari kegiatan karya wisata kami (berlangsung 5 hari, 4-7/10/19).
Sebelumnya, 1 hari Kami menikmati tour di wilayah Malang yaitu tirta yatra ke
Pura Giri Arjuno, Wisata Desa Pujon Kidul, menikmati wahana permainan di Jatim
Park 1 Malang dan Museum Angkut (5/10/19). Hari keempat, Kami berkunjung ke
pabrik Gula PT Madu Baru (Madukismo), Candi Borubudur, Museum Dirgantara dan
Candi Prambanan (6/10/19).
Menurut I Made Ardana,
kegiatan karya wisata tahun ini merupakan yang terunik sepanjang sejarah.
Pasalnya, ini tour yang pertama kali dikemas dengan adventure. “Karya wisata tahun ini paling unik dan menarik. Ada objek
wahana mainan, objek bersejarah, tirta yatra, dan adventure. Pokoknya paling komplit, deh,” ujar pendamping, guru
MIPA Ceedha, yang menjabat sebagai ketua panitia tour ini.
I Ketut Serawan (pendamping
lain, juga sebagai sekretaris tour) juga menambahkan bahwa tour atau karya wisata tahun inilah yang paling berkesan dan
berkualitas. “Kemasan acara tournya
betul-betul menyentuh ekspektasi anak-anak dan bermanfaat,” ujarnya.
Serawan juga berharap agar program ini tetap berlangsung setiap tahun, dengan ragam kegiatan yang lebih variatif, lebih berkualitas dan lebih bermanfaat. “Karya wisata ini penting banget. Manfaatnya mungkin lebih besar dibandingkan dengan belajar “penuh doktrin-doktrin teori” di dalam kelas,” tutupnya. (Maica) Editor: I Ketut Serawan
0 komentar:
Posting Komentar