Penerimaan siswa baru tahun ajaran 2013/ 2014 tahun ini diwarnai dengan berbagai aksi kecurangan. Salah satunya adalah beredarnya “surat sakti”. Isu beredarnya “surat sakti” ini juga terjadi di beberapa sekolah negeri favorit di Denpasar.
Menanggapi surat sakti dalam penerimaan siswa baru, Wayan Riko Wardana mengaku tidak menahu soal itu. Dirinya tidak pernah mendengar kasus itu.
“Jangankan melakukan, mendengar istilah itu baru kali ini,” terang siswa
berparas atletis, yang kini masih tercatat sebagai siswa Smansa Denpasar.
Berbeda dengan Riko, Made Satria Wibawa mengaku pernah mendengar
istilah surat sakti. Bahkan ia berkeyakinan penerimaan siswa baru melalui surat
sakti, pasti ada terutama di sekolah negeri favorit. Namun, menurutnya kasus itu akan sulit dibuktikan. “Pasti
ada, cuman sulit dibuktikan,” terang siswa yang masih berstatus sebagai pelajar
di Smansa Denpasar ini.
Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Putu Tria Ria. Ia menilai
bahwa beredarnya surat sakti karena ada oknum yang merasa punya kekuasaan.
Kekuasaan itu kemudian disalahgunakan untuk kepentingan diri sendiri atau orang
lain. “Mungkin karena merasa berkuasa, pejabat tertentu memanfaatkannya untuk
menitipkan anaknya,” ujar Ria yang juga teman sekelas Riko.
Satria punya pandangan lain. Menurutnya, maraknya surat
sakti disebabkan karena adanya unsur paksaan. Ia menjelaskan bahwa ada orang
tua siswa memaksa anaknya bisa sekolah di sekolah impian, padahal tidak
memenuhi syarat. “Surat sakti untuk memaksakan anak pejabat bisa sekolah di
sekolah negeri favorit,” paparnya.
Lebih lanjut Riko menjelaskan bahwa kasus surat sakti
merupakan tindakan curang dan merugikan orang lain. Menurut Riko, semestinya
pejabat tidak memberi contoh yang tidak baik kepada masyarakat. “Pejabat harus
ngasi contoh yang baiklah. Jangan main surat sakti,” ujarnya serius.
Senada dengan hal ini, Ria mengusulkan bahwa jangan
sampai tahun-tahun berikutnya kasus ini terjadi lagi. Ia menyarankan agar sekolah berani dengan tegas menolak
anak-anak yang menggunakan surat sakti. Ditambahkan pula, agar masyarakat juga
ikut mengawasi kasus ini ke depannya. (irfan, Editor: I Ketut Serawan)
0 komentar:
Posting Komentar