Senin, 03 Mei 2021

 

Prestasi Bahasa Indonesia dan Visi Politik Jokowi

 

Per Agustus 2019, semua siswa SD di Taiwan diwajibkan mempelajari bahasa Indonesia. Sebelumnya, bahasa Indonesia juga dipelajari di sejumlah negara di dunia misalnya Kanada, Jepang, Korsel, Australia, Ukraina, Kepulauan Hawai, dan lain sebagainya (www.idntimes.com). Bahkan, menurut peneliti bahasa dari Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) Yani Paryono MPd menyebutkan bahwa bahasa Indonesia saat ini sudah diajarkan oleh 46 negara di kawasan Asia, Australia, Amerika, Afrika, Eropa, maupun Timur Tengah (www.republika.co.id).

Sebaran data di atas menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sudah terbukti go internasional. Seluruh masyarakat Indonesia pantas merasa bangga terhadap kenyataan ini. Dengan merambah dunia internasional, bahasa Indonesia sudah mengangkat harkat dan martabat bangsa kita. Artinya, dunia telah mengakui bahwa budaya kita tidak boleh dipandang sebelah mata. Budaya kita memang sepantasnya disejajarkan dengan bangsa-bangsa lain di dunia, sesuai amanat pembukaan UUD 1945.

Sejak didirikan per 1945, negara Indonesia (founding father) memang memiliki cita-cita luhur yakni mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa di dunia dalam segala hal. Salah satunya ialah aspek budaya yaitu bahasa. Karena bahasa mencerminkan kepribadian dan budaya bangsa. Jadi, kemampuan bahasa Indonesia menembus dunia membuktikan bahwa kesetaraan sudah diambang mata.

Selain mengangkat martabat bangsa, kenyataan ini juga menyebabkan bahasa Indonesia akan memiliki daya tawar (bargaining) tinggi di dunia. Bahasa Indonesia bukan hanya sekadar bahasa nasional yang remeh di mata bangsa sendiri. Sebab, bahasa Indonesia lambat laun akan menjadi bahasa komunikasi internasional. Harapan ini tentu tidak terlalu muluk-muluk, mengingat fakta persebarannya yang sangat luas.

Fakta bahasa Indonesia go internasional juga memberikan sinyal bahwa bangsa Indonesia seharusnya fanatik terhadap bahasa Indonesia. Saatnya kini, seluruh masyarakat harus fanatik menggunakan bahasa dalam berbagai kesempatan baik dalam dunia tulis-menulis maupun lisan. Bangsa ini harus fanatik menggunakan bahasa Indonesia baik dalam skala even lokal, regional, maupun internasional.

Fanatisme ini harus ditularkan secara konsisten, berkesinambungan, ajeg, dan menyeluruh. Sehingga, ke depan dapat mengetuk kesadaran kaum milenial untuk bangga menggunakan bahasa Indonesia. Karena selama ini, kaum milenial terlalu bangga menggunakan bahasa asing sebagai komunikasi. Mereka terlalu bangga berkomunikasi dengan bahasa yang kebarat-baratan. Karena menurutnya, kecakapan menggunakan bahasa barat dijadikan citra status, prestise, dan simbol modernisasi (kemajuan).

  Mabuk bahasa barat ini harus segera diantisipasi. Kita harus memiliki regulasi yang jelas dan ketat untuk mengikat agar bangsa kita setia, loyal dan taat menggunakan bahasa Indonesia. Kita tidak cukup hanya mengandalkan pasal 36 UUD 1945 secara mentah. Namun, kita perlu interpretasi dan turunan yang sistematis tentang pasal ini. Dalam konteks inilah, kita perlu belajar dari Jepang misalnya. Untuk mengikat fanatisme berbahasa nasional, konon Jepang tidak mengijinkan semua buku (atau media lain) menggunakan bahasa asing. Semua buku harus diterjemahkan terlebih dahulu (ke dalam bahasa Jepang). Selanjutnya, baru boleh dicetak dan diedarkan di negaranya. Bangsa Indonesia bisa meniru strategi Jepang dalam menciptakan fanatisme berbahasa.

Regulasi juga harus menyentuh dunia pendidikan (sekolah), lembaga pemerintahan, instansi-instansi swasta, dan terutama lingkungan keluarga. Regulasi-regulasi ini harus dapat mengatur dan menciptakan kebanggaan dan fanatisme berbahasa Indonesia sejak dini dan berkelanjutkan, sehingga bahasa Indonesia kian eksis.

Fanatisme berbahasa Indonesia oleh pendukungnya, menjadi sangat penting. Apalagi, bahasa Indonesia sudah mendapat ruang yang luas di dunia. Bahasa Indonesia sedang menunjukkan kualitas dan jati dirinya di dunia internasional. Ini adalah modal besar untuk menjadi bangsa yang besar dan kuat di dunia, sesuai dengan pidato Visi Politik Presiden Joko Widodo (presiden 2019-2024) pada tanggal 14 Juli kemarin.

Dalam pidatonya, Jokowi dengan semangat nasionalis mengumandangkan kepada seluruh rakyat Indonesia akan membawa negara Indonesia menjadi salah satu bangsa terkuat di dunia. Ia sangat optimis untuk mewujudkan cita-cita mulia itu bersama 260 juta penduduk Indonesia. Cita-cita ini tentu bukan sekadar bualan. Saat ini, kita sudah memiliki modal untuk menjadi bangsa besar dan kuat yakni bahasa Indonesia.

Jadi, tidak ada pilihan lain. Seluruh masyarakat Indonesia harus terus mendukung persebaran bahasa Indonesia di dunia. Caranya, kita harus setia, loyal,  fanatik dan bangga menggunakan bahasa Indonesia. Sikap-sikap positif ini merupakan wujud nyata menguatkan bangsa. Pun wujud menghargai “sumpah sejarah” yang diikrarkan oleh barisan pemuda seluruh Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 silam. (Dayu Shinta) 

0 komentar:

Posting Komentar