Prestasi
Bahasa Indonesia dan Visi Politik Jokowi
Per Agustus 2019,
semua siswa SD di Taiwan diwajibkan mempelajari bahasa Indonesia. Sebelumnya,
bahasa Indonesia juga dipelajari di sejumlah negara di dunia misalnya Kanada,
Jepang, Korsel, Australia, Ukraina, Kepulauan Hawai, dan lain sebagainya (www.idntimes.com). Bahkan, menurut peneliti
bahasa dari Balai Bahasa Jawa Timur (BBJT) Yani Paryono MPd menyebutkan bahwa
bahasa Indonesia saat ini sudah diajarkan oleh 46 negara di kawasan Asia,
Australia, Amerika, Afrika, Eropa, maupun Timur Tengah (www.republika.co.id).
Sebaran data di atas
menunjukkan bahwa bahasa Indonesia sudah terbukti go internasional. Seluruh
masyarakat Indonesia pantas merasa bangga terhadap kenyataan ini. Dengan
merambah dunia internasional, bahasa Indonesia sudah mengangkat harkat dan
martabat bangsa kita. Artinya, dunia telah mengakui bahwa budaya kita tidak
boleh dipandang sebelah mata. Budaya kita memang sepantasnya disejajarkan
dengan bangsa-bangsa lain di dunia, sesuai amanat pembukaan UUD 1945.
Sejak didirikan per
1945, negara Indonesia (founding father) memang memiliki cita-cita luhur yakni
mensejajarkan diri dengan bangsa-bangsa di dunia dalam segala hal. Salah
satunya ialah aspek budaya yaitu bahasa. Karena bahasa mencerminkan kepribadian
dan budaya bangsa. Jadi, kemampuan bahasa Indonesia menembus dunia membuktikan
bahwa kesetaraan sudah diambang mata.
Selain mengangkat
martabat bangsa, kenyataan ini juga menyebabkan bahasa Indonesia akan memiliki
daya tawar (bargaining) tinggi di dunia. Bahasa Indonesia bukan hanya sekadar
bahasa nasional yang remeh di mata bangsa sendiri. Sebab, bahasa Indonesia
lambat laun akan menjadi bahasa komunikasi internasional. Harapan ini tentu
tidak terlalu muluk-muluk, mengingat fakta persebarannya yang sangat luas.
Fakta bahasa
Indonesia go internasional juga memberikan sinyal bahwa bangsa Indonesia
seharusnya fanatik terhadap bahasa Indonesia. Saatnya kini, seluruh masyarakat
harus fanatik menggunakan bahasa dalam berbagai kesempatan baik dalam dunia
tulis-menulis maupun lisan. Bangsa ini harus fanatik menggunakan bahasa
Indonesia baik dalam skala even lokal, regional, maupun internasional.
Fanatisme ini harus
ditularkan secara konsisten, berkesinambungan, ajeg, dan menyeluruh. Sehingga,
ke depan dapat mengetuk kesadaran kaum milenial untuk bangga menggunakan bahasa
Indonesia. Karena selama ini, kaum milenial terlalu bangga menggunakan bahasa
asing sebagai komunikasi. Mereka terlalu bangga berkomunikasi dengan bahasa
yang kebarat-baratan. Karena menurutnya, kecakapan menggunakan bahasa barat
dijadikan citra status, prestise, dan simbol modernisasi (kemajuan).
Mabuk bahasa barat ini harus segera
diantisipasi. Kita harus memiliki regulasi yang jelas dan ketat untuk mengikat
agar bangsa kita setia, loyal dan taat menggunakan bahasa Indonesia. Kita tidak
cukup hanya mengandalkan pasal 36 UUD 1945 secara mentah. Namun, kita perlu
interpretasi dan turunan yang sistematis tentang pasal ini. Dalam konteks
inilah, kita perlu belajar dari Jepang misalnya. Untuk mengikat fanatisme
berbahasa nasional, konon Jepang tidak mengijinkan semua buku (atau media lain)
menggunakan bahasa asing. Semua buku harus diterjemahkan terlebih dahulu (ke
dalam bahasa Jepang). Selanjutnya, baru boleh dicetak dan diedarkan di
negaranya. Bangsa Indonesia bisa meniru strategi Jepang dalam menciptakan
fanatisme berbahasa.
Regulasi juga harus
menyentuh dunia pendidikan (sekolah), lembaga pemerintahan, instansi-instansi
swasta, dan terutama lingkungan keluarga. Regulasi-regulasi ini harus dapat
mengatur dan menciptakan kebanggaan dan fanatisme berbahasa Indonesia sejak
dini dan berkelanjutkan, sehingga bahasa Indonesia kian eksis.
Fanatisme berbahasa
Indonesia oleh pendukungnya, menjadi sangat penting. Apalagi, bahasa Indonesia
sudah mendapat ruang yang luas di dunia. Bahasa Indonesia sedang menunjukkan
kualitas dan jati dirinya di dunia internasional. Ini adalah modal besar untuk
menjadi bangsa yang besar dan kuat di dunia, sesuai dengan pidato Visi Politik
Presiden Joko Widodo (presiden 2019-2024) pada tanggal 14 Juli kemarin.
Dalam pidatonya,
Jokowi dengan semangat nasionalis mengumandangkan kepada seluruh rakyat
Indonesia akan membawa negara Indonesia menjadi salah satu bangsa terkuat di
dunia. Ia sangat optimis untuk mewujudkan cita-cita mulia itu bersama 260 juta
penduduk Indonesia. Cita-cita ini tentu bukan sekadar bualan. Saat ini, kita
sudah memiliki modal untuk menjadi bangsa besar dan kuat yakni bahasa
Indonesia.
Jadi, tidak ada pilihan lain. Seluruh masyarakat Indonesia harus terus mendukung persebaran bahasa Indonesia di dunia. Caranya, kita harus setia, loyal, fanatik dan bangga menggunakan bahasa Indonesia. Sikap-sikap positif ini merupakan wujud nyata menguatkan bangsa. Pun wujud menghargai “sumpah sejarah” yang diikrarkan oleh barisan pemuda seluruh Indonesia pada tanggal 28 Oktober 1928 silam. (Dayu Shinta)
0 komentar:
Posting Komentar