Senin, 24 Oktober 2016



TRADISI NGELES MENJELANG UN

Oleh
Ketut Serawan, S.Pd. (Guru SMP Cipta Dharma)


Pemda Provinsi Bali kini tampak sangat antusias dalam menyongsong ujian nasional mendatang. Bulan September lalu, Dinas Pendidikan Provinsi Bali mengeluarkan Surat Keputusan bernomor 423/5201/Dispendik. Surat tertanggal 7 September 2007 ini berisikan dua butir instruksi penting yakni (1) materi kelas IX SMP dan kelas XII SMA/ SMK dituntaskan pada akhir semester I dan (2) semester II difokuskan menghadapi pelaksanaan UN seperti remidi, pengayaan, ulangan, pemantapan, dan sejenisnya.
Terkait dengan keberadaan surat ini, beragam persepsi muncul di kalangan para guru/ sekolah. Pertama, banyak guru menilai surat ini terkesan sangat mendadak. Dikatakan mendadak karena baru keluar persis 3 bulan menjelang semester I usai. Kedua, beberapa guru menilai bahwa surat ini terkesan menggampangkan profesi guru. Karena pemerintah melihat bahwa pekerjaan mengajar layaknya bermain sulap. Cukup 3 bulan maka bin sala bin materi 3 bulan semester ganjil plus kurang lebih 4 bulan materi semester genap bisa dilebur begitu saja. Ketiga, pemerintah menyeragamkan kemampuan siswa negeri dengan siswa swasta. Dampak penyeragaman ini akan menimbulkan masalah belajar terutama bagi siswa swasta. Dengan kemampuan yang berbeda, siswa swasta justru akan mengalami rasa stres yang berlebihan. Kelima, tanpa disadari pemerintah telah menggobok-obok sistem dan program pembelajaran di sekolah. Jauh sebelum surat ini dibuat, guru telah membuat garis komando berupa program pembelajaran (program tahunan, program semester, RPP) secara matang. Program pembelajaran itu telah dikalkulasikan dengan hari efektif belajar dan kompleksitas materi pembelajaran.
Dengan logika kalkulasi waktu dan materi, tampaknya dua butir instruksi tersebut akan menjadi kebijakan yang spekulatif dan kurang rasional. Kecil peluangnya bagi sekolah-sekolah di Bali bisa menjalankan instruksi tersebut dengan maksimal. Bahkan kemungkinan besar sekolah-sekolah akan tetap berjalan sesuai dengan program pembelajaran yang sudah ditetapkan.
Lalu bagaimana seharusnya sekolah menyikapi kebijakan positif tersebut? Haruskah sekolah mengabaikannya begitu saja? Kalau mengabaikan, ada kesan sekolah bersikap arogan. Sebaliknya, menjalankan persis kedua instruksi tersebut sangatlah sulit. Solusinya harus ada langkah alternatif dari sekolah yang memungkinkan kedua butir instruksi itu bisa terlaksana. Hal inilah yang mendorong sekolah menyelenggarakan kegiatan les di sekolah. Sejak dulu hingga sekarang sekolah-sekolah selalu memberikan jam tambahan (les) khusus untuk siswa kelas IX SMP dan siswa kelas XII SMU/ SMK.
Bagi sekolah, kegiatan les merupakan  sebuah keharusan. Setiap sekolah menggelarnya sebagai sebuah tradisi tahunan. Hanya saja waktu pelaksanaannya bervariasi. Ada beberapa sekolah mengadakan les mulai dari semester ganjil. Namun kebanyakan sekolah menyelenggarakan les memasuki semester genap. Di tengah merebaknya isu pendidikan gratis, kegiatan les sebetulnya menjadi hal yang kontroversi. Biaya operasionalnya cukup membebani pihak ortu siswa. Namun mengingat nilai kebermanfaatannya yang begitu tinggi, biaya bukan menjadi alasan bagi pihak sekolah untuk mengelak dari tradisi ngeles.
Kegiatan les bermanfaat terutama sebagai pengayaan, pendalaman dan pemantapan materi pembelajaran. Kegiatan pengayaan, pendalaman dan pemantapan hanya mungkin terlaksana melalui kegiatan les. Sangat kecil kesempatan sekolah mengadakan pengayaan materi UN secara integratif dan komprehensif pada waktu semesteran. Karena waktu semesteran sudah habis untuk jatah materi reguler. Di sisi lain, materi UN mencakup dua jenjang sebelumnya. Misalnya, untuk kelas IX SMP materi UN mencakup materi kelas VII dan VIII. Begitu juga kelas XII SMU/ SMK meliputi kelas X dan kelas XI. Kegiatan ini jelas membutuhkan waktu tersendiri.
Lebih dari pengayaan atau pendalaman materi, kegiatan les sekolah sesungguhnya bermanfaat sebagai terapi mental siswa. Namun hal ini bergantung pada strategi dari para guru. Strategi mengajar kurang baik, justru akan menimbulkan kemunduran mental belajar. Kongkretnya, siswa menjadi stres dan enggan belajar. Oleh karena itu, pada saat kegiatan les pembelajaran sebaiknya diformat berbeda dari kegiatan belajar reguler (biasa). Dari segi pengemasan tentu harus menarik dan fleksibel. Materi harus mengalami proses interpretasi yang intens sehingga guru bisa menyampaikan dengan sangat sederhana, sistematis, menarik dan mudah dipahami siswa.
Di samping pengemasan dan teknis penyampaian materi, pada saat les siswa harus  diakrabkan dengan soal-soal model UN. Model-model soal itu mulai dari yang sudah pernah keluar sampai ke soal prediksi. Selanjutnya, guru memberikan smart solution terhadap masing-masing tipe soal. Jika pola pembelajaran seperti ini dibiasakan, maka kegiatan les sekolah tidak membuat siswa bertambah stres. Sebaliknya, siswa akan lebih enjoy belajar, spirit belajar meningkat, dan muncul rasa lebih konfiden untuk menghadapi UN.
Jadi di tengah masih kuatnya tradisi ngeles di sekolah, ide menuntaskan materi reguler pada semester I dan melakukan pengayaan/ pendalaman materi pada semester II dari Dinas Pendidikan Provinsi Bali menjadi signifikan. Hanya saja waktunya tidak tepat sekarang. Ke depan, ide tersebut akan terasa sangat berharga. Dengan catatan, Dinas Pendidikan Provinsi Bali (atau pemerintah pusat) harus melakukan langkah awal. Misalnya, pemerintah melakukan upaya perampingan materi terutama pada semester II pada kelas IX SMP dan kelas XII SMU/ SMK. Bila perlu pada semester II, siswa kelas IX dan XII dibebaskan dari beban materi reguler. Jadi menginjak semester II, siswa hanya digodok dengan pengayaan materi, remidi, pemantapan dan lain sebagainya. Hal ini tentu tidak bisa dilakukan dengan mendadak dan serampangan. Pemerintah memerlukan waktu untuk mewujudkan impian tersebut. Pemerintah membutuhkan orang-orang yang berkompeten untuk merancang dan merumuskan secara matang pada tahun pelajaran mendatang. Jika berjalan mulus, besar kemungkinan impian tersebut bisa terwujud.
Lalu bagaimanakah kelanjutan masa depan kegiatan les di sekolah? Akankah tradisi les sekolah akan musnah? Atau tetap eksis, tetapi tingkat aktivitas dan frekuensinya akan berkurang? Atau sama seperti semula? Kita tunggu.

0 komentar:

Posting Komentar