Siswa Menstruasi Izin Olahraga
Jika siswa menstruasi, pasti diizinkan
untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga. Itulah yang dilakukan oleh Disu, bukan
nama sebenarnya, salah satu guru olahraga pada sekolah menengah swasta favorit
di Denpasar ini. Meski hampir 20 tahun menjalani profesi sebagai guru olahraga,
namun hingga kini ia tak bisa berbuat banyak kecuali mengizinkan siswa
tersebut--kendatipun terkadang muncul perasaan ragu.
Wanita
memang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki. Wanita mengalami siklus menstruasi yang bisa menimbulkan
dampak fisiologis maupun psikis. Selama menstruasi,
terjadi perubahan hormon yang bisa menimbulkan masalah tersendiri pada
wanita. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa selama menstruasi wanita
mengalami pengurangan selera makan hingga mencapai 12%, muncul dorongan
menikmati substansi adiktif, sering salah ngomong, kehilangan penalaran, dan
lain sebagainya. Bahkan pada beberapa wanita, ada yang mengalami gangguan sebelum menstruasi dengan gejala
bervariasi yang disebut sindroma pra menstruasi (Pre Menstrual Syndrome-PMS).
PMS
adalah sekumpulan gejala atau keluhan baik fisik maupun psikologis yang dirasakan
wanita pada hari ke-1 hingga hari ke-14 sebelum menstruasi dimulai dan diikuti
dengan tahap bebas dari gejala jika menstruasi sudah terjadi (Health Media
Nutrition, 2006). Survai tahun 1982 di Amerika Serikat menunjukkan, PMS dialami
50% wanita dengan sosio-ekonomi menengah pada sekitar 14 persen perempuan
antara usia 15-35 tahun, dengan sindrom pramenstruasi yang sangat hebat
pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari sekolah atau
kantornya (Wales, 2008).
Oleh karena itu, memang selayaknya Pendidikan
Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (penjaskesrek) di sekolah menengah
memperhatikan siswa wanita. Hal ini berlaku terutama bagi siswa yang merasa terganggu
akibat siklus menstruasi, terlebih lagi yang mengalami dampak serius dari efek
menstruasi tersebut. Mereka sewajarnya dihindari dari aktivitas berolahraga.
Karena pendidikan olahraga (penjaskesrek) lebih didominasi oleh aktivitas gerak
tubuh yang memerlukan kondisi badan yang fit.
Hanya saja masalahnya, bagaimana
mengidentifikasi siswa yang mengalami gangguan menstruasi. Pasalnya, sering
siswa yang minta izin adalah orang yang secara kasat mata sehat, fit, dan segar
bugar. Curiganya, bisa saja beberapa siswa yang tidak suka dengan pelajaran
olahraga memanfaatkan situasi ini. Menginvestigasi siswa tampaknya kurang etis
apalagi guru olahraganya adalah seorang laki-laki.
Namun kecurigaan tersebut harus
dikesampingkan dulu. Sekarang yang penting ialah bagaimana kasus siswa
mentruasi bisa diatasi dengan pendekatan dan metode yang tepat. Dengan kata
lain, bagaimana memandang kasus menstruasi pada siswa dihubungkan dengan konteks
pendidikan olahraga di sekolah.
Psikologi olahraga
Disinilah pentingnya guru memahami
psikologi olahraga. Psikologi olahraga merupakan psikologi umum yang
menyelidiki manusia sebagai individu. Objek-objek yang dikaji misalnya,
motivasi berolahraga, kematangan emosi, kebosanan, stres, kecemasan, frustasi,
agresivitas dan lain sebagainya. Motivasi berkaitan dengan keinginan dalam diri
seseorang yang mendorong untuk bertindak. Emosi merupakan suatu fenomena yang sulit
dinyatakan dan diteliti, namun bisa dilihat dari beberapa gejalanya, misalnya
perasaan tegang, stres, cemas termasuk perilaku agresif.
Kini masalahnya menjadi semakin jelas.
Siswa di bawah pengaruh menstruasi sangat merasakan kendala psikis dalam
pendidikan olahraga. Karena menstruasi berpengaruh pada motivasi, sikap,
semangat/ spirit, konsentrasi, emosi dan lain sebagainya. Motivasi yang buruk
akan menurunkan semangat dan spirit dalam berolahraga. Sementara itu, sikap yang
buruk akan memunculkan respon negatif terhadap objek atau situasi tertentu.
Begitu juga emosi yang buruk akan menimbulkan stres, kecemasan, marah, termasuk
perilaku agresif yang negatif.
Bagaimana dengan peserta didik yang terganjal
oleh kasus menstruasi? Dalam dunia pendidikan atlet berprestasi dikenal istilah
psychological training (latihan mental). Latihan ini menekankan pada
perkembangan kedewasaan atlet serta perkembangan emosional dan impulsif.
Intinya, latihan mental mempertinggi efesiensi mental atlet terutama ketika
atlet berada dalam situasi stres yang kompleks. Tujuan akhir dari latihan
mental ini untuk menghasilkan atlet yang memiliki motivasi yang kuat agar bisa
tampil maksimal dan memenangkan pertandingan.
Dalam pendidikan olahraga di sekolah,
tanpa disadari guru olahraga pasti memiliki
kemampuan membina mental peserta didik. Karena pada dasarnya seorang
guru adalah seorang motivator. Sebagai motivator, guru olahraga punya peluang memahami kondisi psikologi siswa dan bisa
memberikan pembinaan mental. Namun harus disadari bahwa kemampuan guru dan
fasilitas sekolah akan memberikan hasil berbeda dari pembinaan mental seorang
atlet profesional.
Sekecil apa pun itu, celah pembinaan
mental oleh guru olahraga dalam pendidikan olahraga sangat signifikan adanya. Artinya,
peluang pembinaan itu memberikan kita gambaran bahwa kasus menstruasi bukan kasus
buntu yang berakhir pada ”izin untuk tidak mengikuti olahraga”. Kecuali pada
beberapa siswa yang memang mengalami efek luar biasa dari menstruasi, misalnya
sakit perut, diare dan lain sebagainya.
Hal lain yang perlu menjadi
pertimbangan guru olahraga terhadap siswa yang menstruasi misalnya tingkat efek
mestruasi dihubungkan dengan tingkat ringan, sedang, dan beratnya aktivitas olahraga.
Oleh karena itu, guru olahraga harus mampu mengidentifikasi efek-efek dari
menstruasi kemudian tetap bermusyawarah demi sebuah keputusan yang bijak dengan
pihak siswa. I Ketut Serawan, guru swasta di denpasar.
0 komentar:
Posting Komentar