Selasa, 25 Oktober 2016



Siswa Menstruasi Izin Olahraga

Jika siswa menstruasi, pasti diizinkan untuk tidak mengikuti pelajaran olahraga. Itulah yang dilakukan oleh Disu, bukan nama sebenarnya, salah satu guru olahraga pada sekolah menengah swasta favorit di Denpasar ini. Meski hampir 20 tahun menjalani profesi sebagai guru olahraga, namun hingga kini ia tak bisa berbuat banyak kecuali mengizinkan siswa tersebut--kendatipun terkadang muncul perasaan ragu.
Wanita memang ditakdirkan berbeda dengan laki-laki. Wanita  mengalami siklus menstruasi yang bisa menimbulkan dampak fisiologis maupun psikis. Selama menstruasi, terjadi perubahan hormon yang bisa menimbulkan masalah tersendiri pada wanita. Dari beberapa penelitian menyebutkan bahwa selama menstruasi wanita mengalami pengurangan selera makan hingga mencapai 12%, muncul dorongan menikmati substansi adiktif, sering salah ngomong, kehilangan penalaran, dan lain sebagainya. Bahkan pada beberapa wanita, ada yang mengalami gangguan sebelum menstruasi dengan gejala bervariasi yang disebut sindroma pra menstruasi (Pre Menstrual Syndrome-PMS).
PMS adalah sekumpulan gejala atau keluhan baik fisik maupun psikologis yang dirasakan wanita pada hari ke-1 hingga hari ke-14 sebelum menstruasi dimulai dan diikuti dengan tahap bebas dari gejala jika menstruasi sudah terjadi (Health Media Nutrition, 2006). Survai tahun 1982 di Amerika Serikat menunjukkan, PMS dialami 50% wanita dengan sosio-ekonomi menengah pada sekitar 14 persen perempuan antara usia 15-35 tahun, dengan sindrom pramenstruasi yang sangat hebat pengaruhnya sehingga mengharuskan mereka beristirahat dari sekolah atau kantornya (Wales, 2008).
Oleh karena itu, memang selayaknya Pendidikan Jasmani, Kesehatan dan Rekreasi (penjaskesrek) di sekolah menengah memperhatikan siswa wanita. Hal ini berlaku terutama bagi siswa yang merasa terganggu akibat siklus menstruasi, terlebih lagi yang mengalami dampak serius dari efek menstruasi tersebut. Mereka sewajarnya dihindari dari aktivitas berolahraga. Karena pendidikan olahraga (penjaskesrek) lebih didominasi oleh aktivitas gerak tubuh yang memerlukan kondisi badan yang fit.
Hanya saja masalahnya, bagaimana mengidentifikasi siswa yang mengalami gangguan menstruasi. Pasalnya, sering siswa yang minta izin adalah orang yang secara kasat mata sehat, fit, dan segar bugar. Curiganya, bisa saja beberapa siswa yang tidak suka dengan pelajaran olahraga memanfaatkan situasi ini. Menginvestigasi siswa tampaknya kurang etis apalagi guru olahraganya adalah seorang laki-laki.
Namun kecurigaan tersebut harus dikesampingkan dulu. Sekarang yang penting ialah bagaimana kasus siswa mentruasi bisa diatasi dengan pendekatan dan metode yang tepat. Dengan kata lain, bagaimana memandang kasus menstruasi pada siswa dihubungkan dengan konteks pendidikan olahraga di sekolah.
Psikologi olahraga
Disinilah pentingnya guru memahami psikologi olahraga. Psikologi olahraga merupakan psikologi umum yang menyelidiki manusia sebagai individu. Objek-objek yang dikaji misalnya, motivasi berolahraga, kematangan emosi, kebosanan, stres, kecemasan, frustasi, agresivitas dan lain sebagainya. Motivasi berkaitan dengan keinginan dalam diri seseorang yang mendorong untuk bertindak. Emosi merupakan suatu fenomena yang sulit dinyatakan dan diteliti, namun bisa dilihat dari beberapa gejalanya, misalnya perasaan tegang, stres, cemas termasuk perilaku agresif.
Kini masalahnya menjadi semakin jelas. Siswa di bawah pengaruh menstruasi sangat merasakan kendala psikis dalam pendidikan olahraga. Karena menstruasi berpengaruh pada motivasi, sikap, semangat/ spirit, konsentrasi, emosi dan lain sebagainya. Motivasi yang buruk akan menurunkan semangat dan spirit dalam berolahraga. Sementara itu, sikap yang buruk akan memunculkan respon negatif terhadap objek atau situasi tertentu. Begitu juga emosi yang buruk akan menimbulkan stres, kecemasan, marah, termasuk perilaku agresif yang negatif.
Bagaimana dengan peserta didik yang terganjal oleh kasus menstruasi? Dalam dunia pendidikan atlet berprestasi dikenal istilah psychological training (latihan mental). Latihan ini menekankan pada perkembangan kedewasaan atlet serta perkembangan emosional dan impulsif. Intinya, latihan mental mempertinggi efesiensi mental atlet terutama ketika atlet berada dalam situasi stres yang kompleks. Tujuan akhir dari latihan mental ini untuk menghasilkan atlet yang memiliki motivasi yang kuat agar bisa tampil maksimal dan memenangkan pertandingan.
Dalam pendidikan olahraga di sekolah, tanpa disadari guru olahraga pasti memiliki  kemampuan membina mental peserta didik. Karena pada dasarnya seorang guru adalah seorang motivator. Sebagai motivator, guru olahraga punya peluang  memahami kondisi psikologi siswa dan bisa memberikan pembinaan mental. Namun harus disadari bahwa kemampuan guru dan fasilitas sekolah akan memberikan hasil berbeda dari pembinaan mental seorang atlet profesional.
Sekecil apa pun itu, celah pembinaan mental oleh guru olahraga dalam pendidikan olahraga sangat signifikan adanya. Artinya, peluang pembinaan itu memberikan kita gambaran bahwa kasus menstruasi bukan kasus buntu yang berakhir pada ”izin untuk tidak mengikuti olahraga”. Kecuali pada beberapa siswa yang memang mengalami efek luar biasa dari menstruasi, misalnya sakit perut, diare dan lain sebagainya.
Hal lain yang perlu menjadi pertimbangan guru olahraga terhadap siswa yang menstruasi misalnya tingkat efek mestruasi dihubungkan dengan tingkat ringan, sedang, dan beratnya aktivitas olahraga. Oleh karena itu, guru olahraga harus mampu mengidentifikasi efek-efek dari menstruasi kemudian tetap bermusyawarah demi sebuah keputusan yang bijak dengan pihak siswa. I Ketut Serawan, guru swasta di denpasar.









0 komentar:

Posting Komentar