Menimbang Pola Asuh Anak Remaja
Anak
remaja merupakan tumpuan dan harapan keluarga. Setiap orang tua berharap anak
remajanya kelak tumbuh menjadi insan yang berguna bagi dirinya sendiri,
keluarga, masyarakat, dan negara. Namun kenyataannya, tidak sedikit orang tua
harus kecewa, stres, frustasi, dan putus asa karena anak remaja mereka tumbuh
mencemaskan dan penuh masalah. Misalnya, tawuran, kebut-kebutan, terlibat kasus
narkoba, pergaulan bebas dan lain-lainnya. Dalam kondisi seperti ini, orang tua
(baca: ayah dan ibu) sering bertengkar saling menyalahkan satu sama lain.
Mendidik,
mengasuh, dan mengarahkan anak remaja merupakan kewajiban orang tua. Bahkan
pada usia remaja inilah, kemampuan mengasuh orang tua dituntut lebih optimal.
Anak remaja memerlukan perhatian ekstra, kasih sayang, keterbukaan, dan sikap lebih
demokratis dari para orang tua. Hal ini mengingat anak remaja merupakan masa
penuh gejolak. Sayangnya, banyak orang tua
tidak memahami hal ini sehingga timbul ketegangan emosional antara orang tua dengan
kaum remaja.
Remaja
memiliki beberapa ciri umum yang sering luput dari pemahaman orang tua. Ciri-ciri tersebut antara lain: sensitif, mudah
tersinggung, cenderung menentang, gampang jenuh, konsistensinya rendah, mudah
berkonflik dengan orang lain, disiplin hidupnya rendah, dan memiliki tata krama
yang buruk. Kondisi seperti
ini menyebabkan orang tua terkesan mendikte prinsip hidup, masa depan, etika,
norma kepada anak remajanya. Kaum remaja dipandang sebagai subjek yang ”meragukan
dan serba salah”.
Akibatnya,
kaum remaja ingin melepaskan diri secara emosional dengan orang tuanya. Mereka
ingin belajar menjadi diri sendiri, lepas dari ciri-ciri yang mewakili orang
tuanya. Sayangnya, acapkali upaya mencari jati diri dijadikan motif klasik oleh
remaja untuk membenarkan suatu tindakan -- meskipun sering melenceng dari
norma, etika, dan tatanan nilai yang berlaku dalam masyarakat.
Remaja
cenderung bertindak berdasarkan dorongan hati atau emosional. Faktor inilah
yang menyebabkan orang tua cemas, takut, dan khawatir terhadap segala tindakan
anak remaja. Mengantisipasi kondisi ini, beberapa orang tua menerbitkan aturan
rumah yang keras dan sangat ketat. Namun dampaknya, remaja justru tumbuh
menjadi pemberontak di rumah. Oleh karena itu, beberapa orang tua memilih
membiarkan anak remajanya berbuat sesuka hatinya. Hasilnya, arah hidup anak remajanya
semakin amburadul.
Terlepas
dari sisi negatifnya, remaja sesungguhnya komunitas masyarakat yang memiliki
kekuatan, potensi, spirit, vitalitas dan energi yang luar biasa. Jika diarahkan dengan benar akan
berkembang menjadi komunitas yang produktif dan konstruktif. Oleh karena itu,
penting bagi orang tua memiliki pengetahuan, pengalaman, kesabaran, ketekunan,
ketelitian, dan kehati-hatian dalam mengasuh anak remaja.
Jenis Pola Asuh
Menurut Surbakti (2009), ada empat pola asuh yang
diterapkan oleh keluarga dewasa ini. Keempat pola asuh itu meliputi pola asuh overprotected,
pola asuh otoriter, pola asuh permisif, dan pola asuh demokratis.
Pola asuh overprotected menekankan
pada penonjolan perlindungan yang berlebihan kepada anak remaja. Orang tua
terlalu khawatir terhadap anak remajanya. Akibatnya, remaja tumbuh menjadi
penakut, kurang memiliki inisiatif, tidak mandiri, tidak bertanggung jawab,
daya juang anak lemah, mudah cemas/ penakut dan kurang percaya diri.
Jika pola asuh overprotected menonjolkan
perlindungan yang berlebihan, maka pola asuh otoriter lebih menekankan pada penonjolan
kekuasaan, otoritas, pengaruh dan wibawa. Segala sesuatu ditetapkan berdasarkan
instruksi dari atas (orang tua) ke bawah (anggota keluarga). Orang tua tipe
otoriter beranggapan bahwa sikap kritis anak remaja merupakan bentuk
perlawanan/ pembangkangan yang harus ditumpas. Dampaknya, anak remaja menjadi
tertekan secara psikis dan fisik, kehilangan dorongan semangat juang, cenderung
menyalahkan diri, bersikap pasif, mudah putus asa, sering menyalahkan keadaan,
lamban mengambil keputusan, tidak berani berpendapat, dan tidak berani memulai.
Kebalikan pola asuh otoriter ialah
pola asuh permisif. Pola asuh permisif adalah pola asuh yang serba membolehkan
anak remaja berbuat sesuai dengan keinginannya. Akibatnya, anak berkembang
menjadi pribadi dan memiliki emosional yang kacau, bertindak sekehendak hati,
tidak mampu mengendalikan diri, selalu memaksakan kehendak, kemampuan
berkompetisi rendah, tidak produktif, hidup konsumtif, dan kemampuan mengambil
keputusan rendah.
Pola asuh lainnya ialah pola asuh demokratis. Sistem
pola asuh demokratis menghargai dan menghormati perbedaan sehingga setiap orang
berkembang sesuai dengan potensi yang dimilikinya. Hal ini mendorong remaja
dapat tumbuh dan berkembang sesuai dengan kapasitas dan kapabilitas mereka. Pola
asuh demokratis memberikan beberapa manfaat seperti, meminimalisasikan sikap
egois, mengedepankan sikap kebersamaan, menumbuhkan sikap kritis, menghormati
kesetaraan peran, dan mengembangkan potensi diri.
Dari
4 pola asuh di atas, pola asuh demokratis dipandang ideal. Namun bukan berarti
tipe pola asuh ini sempurna diterapkan untuk setiap keluarga. Aplikasinya,
tetap tergantung pada situasi dan kondisi keluarga. Karakteristik orang tua,
lingkungan sosiol-kultural keluarga, karakteristik anak remaja merupakan
beberapa faktor yang menjadi dasar diterapkan suatu pola asuh tertentu. Setiap
keluarga pasti bisa menimbang dan memilih pola asuh yang terbaik buat anaknya.
Tentunya pola asuh tersebut bisa meningkatkan kualitas perkembangan anak dan ke
depan tumbuh menjadi harapan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. I
Ketut Serawan, guru swasta tinggal di Batubulan.
0 komentar:
Posting Komentar