KTSP: HINDARKAN ANAK DARI KEKERASAN
Oleh
Ketut Serawan, S.Pd. (Guru SMP Cipta Dharma)
Menjadi siswa
sekarang ini merupakan beban tersendiri. Hal ini dirasakan siswa terutama yang
tinggal di kota.
Di samping harus rutin sekolah setiap hari, mereka juga tak luput dari kegiatan
seabrek lainnya. Misalnya les privat, ikut bimbingan belajar dan ekstra kurikuler
hingga waktu untuk bergaul, bermain, beristirahat kadang tak sempat mereka
rasakan.
Setiap anak (siswa) pasti ingin menikmati masa hidup yang
sewajarnya. Misalnya, beristirahat secukupnya, memanfaatkan waktu luang,
bergaul dengan teman sebayanya, bermain, berekreasi, dan berkreasi maupun
bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Hal ini sebetulnya telah diatur secara
tegas dalam UU RI No. 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (Bab III, pasal
11). Namun kenyataannya, kerasnya kompetisi hidup di kota membuat anak harus kehilangan hak-hak
mereka. Mereka (anak-anak) harus digenjot untuk belajar dan belajar tanpa kenal
lelah demi satu alasan “masa depan”.
Tanpa bermaksud menuding siapa pun, kenyataan memang
bahwa negara, pemerintah, masyarakat, sekolah maupun orang tua (ortu) siswa
pasti menginginkan anak yang bermutu-- yang punya masa depan. Oleh karena
itulah, kita menjadikan anak kita sebagai pemain dalam kurikulum, pemain dalam kebijakan
pemerintah, menjadi pemain ambisi kompetisi sekolah, hingga pemain untuk
memenangkan target yang besar dari ortu. Tentu di pihak anak kondisi ini menjadi
beban. Namun kita kadang tidak mau memahaminya. Kita asyik memainkan mereka
hingga mengabaikan hak-haknya. Kita merampas hak-hak mereka untuk harga kualitas
dan masa depan. Hal ini berarti kita telah melakukan tindak kekerasan sebagai mana
yang didefinisikan oleh WHO (WHO, 1999) yaitu penggunaan kekuatan fisik dan kekuasaan,
ancaman atau tindakan terhadap diri sendiri, perorangan atau sekelompok
orang atau masyarakat yang mengakibatkan atau kemungkinan besar
mengakibatkan memar/ trauma, kematian, kerugian psikologis, kelainan perkembangan
atau perampasan hak.
Pada dasarnya, ada beberapa faktor yang mendorong munculnya
kekerasan pada anak. Dalam seminar yang bertemakan Melalui Hardiknas 2 Mei 2007
Kita Tingkatkan Pemahaman Publik Mengenai Perlindungan Anak dalam Dunia
Pendidikan (28/04/07), Mangku Pastika pernah mengungkapkan bahwa salah satu
faktor pemicu munculnya kekerasan pada anak ialah kurikulum. Menurutnya kurikulum
yang padat dengan ambisi target yang kompleks telah membuat anak kita tumbuh stress.
Melihat kuantitasnya, barangkali kurikulum 1994 dan sebelumnya masuk dalam
kasus ini.
Kita tentu tidak menginginkan anak kita menjadi korban
kekerasam kurikulum. Kita menginginkan pemerintah--dengan tim perumus kurikulumnya--memikirkan
dan mempertimbangkan hak-hak anak dalam memproduksi kurikulum. Kita membutuhkan
pemerintah yang mampu memproduksi kurikulum secara sederhana. Sederhana secara
kuantitas tanpa mengabaikan kualitas. Dari kesederhanaan inilah kita berharap anak-anak
bisa memenuhi kebutuhan pendidikan dan kebutuhan lainnya secara proposional
tanpa rasa stress (psikis) yang berlebihan. Dalam konteks inilah, kehadiran Kurikulum
Tingkat Satuan Pembelajaran (KTSP) menjadi signifikan.
KTSP telah memunculkan reformasi yang penting dalam dunia
pendidikan kita. Kalau dikelompokkan, paling tidak ada dua reformasi penting yang dilakukan KTSP
yaitu reformasi waktu dan reformasi materi. Reformasi waktu dapat kita lihat
secara konkret pada pengurangan jam belajar dalam kelas. Untuk SMP yang dulunya
satu jam pelajaran 45 menit sekarang diciutkan menjadi 40 menit. Sementara itu,
di tingkat SMU masih tetap 45 menit. Selain itu, jam tatap muka mata pelajaran
dalam seminggu juga mengalami penyusutan. Misalnya, pelajaran bahasa Indonesia
yang semula 5 jam dalam seminggu disusutkan menjadi 4 jam. Begitu juga bahasa
Inggris (semula 5 jam sekarang sudah diciutkan menjadi 4 jam). Terkait dengan
penyusutan waktu, maka KTSP mereformasi materi kurikulum dengan cara
merampingkan Kompetensi Dasar (KD). Di luar materi (KD), pemerintah juga
melebur beberapa mata pelajaran yang serumpun menjadi satu. Contohnya, IPA
terpadu (peleburan Kimia, Fisika, Biologi) dan IPS Terpadu (Geograpi, Sejarah,
Pkn, Ekonomi).
Bagi siswa, perampingan pada KTSP berdampak terhadap tiga
hal. Pertama, dari segi waktu, siswa sekarang bisa bernapas lega. Pasalnya,
penciutan jam belajar (lima
menit) ditambah peleburan beberapa mata pelajaran cukup memberikan waktu luang
bagi siswa. Waktu ini diharapkan dimanfaatkan dengan istirahat yang cukup,
bermain, bersosialisasi dengan lingkungan, mengembangkan diri dan ikut kegiatan
positif lainnya. Kedua, dampak perampingan ini juga bisa meningkatkan daya
serap siswa terhadap materi pembelajaran. Jumlah KD yang ramping berpengaruh
terhadap tingkat kedalaman daya pemahaman siswa. Karena target (KD) yang
terbatas tentu membuat siswa lebih fokus dan lebih mampu/ mudah memahami jika
dibandingkan dengan KD yang terlalu kompleks. Kita tentu masih ingat dengan adanya
kenyataan yang dihadapi oleh beberapa guru pada waktu menerapkan kurikulum sebelumnya
(misalnya, kurikulum 1994). Pada zaman itu, guru mengajar berlomba-lomba dengan
waktu dan kurang mempedulikan siswa mengerti atau tidak. Alasannya, beban materi
yang diselesaikan terlalu kompleks.
Terkait dengan kompleksitas materi, KTSP juga memberikan
keringanan beban belajar siswa. Ini jelas mengingat beban KD yang harus
ditanggung siswa kini semakin sedikit. Ketiga, KTSP juga menghindarkan siswa
dari rasa jenuh. Berbeda dengan kurikulum sebelumnya, siswa terlalu digodok
dengan jam belajar yang lama ditambah beban materi yang begitu kompleks. Kondisi
ini jelas membuat siswa sangat jenuh.
Namun kini siswa boleh mengencangkan dahi karena KTSP
telah menghindarkan siswa dari kompleksitas materi dan jam belajar yang lama.
Tidak hanya siswa, dampak perampingan dalam KTSP juga berpengaruh
terhadap guru dan ortu siswa. Bagi guru, KTSP bisa meningkatkan profesionalisme
karena rata-rata waktu pembelajaran yang lebih singkat berpeluang digunakan guru
untuk terus mengasah ketajaman intelektualnya. Misalnya, guru bisa menggunakan
waktu yang ada dengan lebih banyak membaca, mengadakan penelitian, ikut
seminar, dan kegiatan lain yang sifatnya menambah wawasan keguruan. Di samping
itu, perampingan KTSP juga meringankan beban guru dari menyiapkan sampai
operasionalisasi pembelajaran di kelas. Hal ini rasional mengingat sisa waktu
yang dimiliki guru di luar sekolah bertambah panjang. Korelasinya, kini guru lebih
siap menyiapkan diri sebelum berlangsungnya proses belajar di kelas. Guru punya
waktu lebih untuk mencari referen pembelajaran dan waktu sharing dengan teman seprofesi atau orang yang lebih menguasai
bidang ilmu tertentu. Dampak lainnya, guru bisa mengajarkan materi dengan lebih
dalam. Sekarang, guru memiliki waktu lebih dalam menyiapkan materi. Di tambah lagi
beban KD dalam KTSP yang terbatas. Kondisi ini membuat guru menjadi lebih fokus
dalam mengajar. Jadi masuk akal jika guru bisa memberikan materi pembelajaran
lebih komprehensif.
Dari kebutuhan ortu, KTSP juga memberikan dampak yang
signifikan. Munculnya mata pelajaran terpadu meringankan ortu secara ekonomi
(terutama yang tidak menerima BOS) karena jumlah buku pasti lebih sedikit. Yang
terpenting lagi, sekaranglah kesempatan ortu punya waktu lebih untuk berkumpul
dan bercengkrama dengan anak. Waktu ini bisa
digunakan ortu untuk bermain, berekreasi, mendengarkan curhat dari si anak
sambil memberikan pendidikan sopan santun. Pada sisi lain, ortu juga bisa
mempelajari dan sekaligus mengontrol pergaulan anak, mengontrol kegiatan anak di
rumah maupun di luar rumah. Intinya, dengan waktu lebih ortu bisa menumpahkan
perhatian, memahami karakter anak lebih dalam serta meningkatkan rasa
kekeluargaan dengan anak.
Nah, melihat sedemikian signifikannya, kita pantas mendukung
penerapan KTSP di lapangan. Kita membutuhkan peran semua komponen baik pemerintah,
masyarakat, ortu, guru untuk menyukseskan pengaplikasiannya. Kita berharap pelaksanaan
KTSP berjalan dengan lancar sehingga kita bisa melihat anak didik kita
tersenyum setiap hari.
0 komentar:
Posting Komentar