Bercermin dari
Spirit Anak Tunarungu
Judul : Menggapai Prestasi di Telaga Sunyi: Dinamika Pendidikan
Kaum
Tunarungu
Penyusun :T.
Priyo Widiyanto
Tebal : i-xiv, 133 halaman
Penerbit : Universitas Sanata Dharma
Kehadiran anak tunarungu
merupakan aib bagi keluarga. Itulah sebabnya ketika keluarga dikarunia anak
tunarungu, mereka menjadi sedih, kecewa, murung, malu dan minder. Di samping
dianggap menurunkan derajat keluarga, anak tunarungu juga dipandang tidak
memiliki masa depan. Anggapan ini sangat mendasar sebab anak tunarungu memiliki
keterbatasan indera (tunabahasa dan tunawicara) yang bisa menghambat proses pengembangan
diri, pengembangan pengetahuan, berinteraksi sosial, maupun dalam hal meraih
pekerjaan. Akibatnya, kaum tunarungu sering dimarginalkan eksistensinya di
tengah masyarakat.
Sesungguhnya
anak tunarungu ingin tumbuh dan berkembang menjadi pribadi manusia seutuhnya. Mereka
memiliki impian berkembang dalam pemikiran, kemampuan, karakter, tingkah laku
sama seperti anak normal pada umumnya. Mereka ingin mengembangkan emosi,
afeksi, kognitif, psikomotorik, dan spiritualitas. Mereka membutuhkan
penerimaan dan kepercayaan diri untuk dihargai sebagai manusia. Dalam konteks
inilah kehadiran orang lain menjadi signifikan. Hanya lewat berelasi dengan
lain atau sesama, mereka akan menjadi manusia penuh dan utuh.
Itulah
yang dikupas dalam buku “Menggapai Prestasi di Telaga Sunyi: Dinamika
Pendidikan Kaum Tunarungu. Buku ini disusun oleh T. Priyo
Widiyanto dari beberapa tulisan (artikel dan makalah) yang ditulis oleh kalangan
para pengajar tunarungu dan alumni siswa tunarungu. Apa yang tertulis dalam
buku ini membuka mata masyarakat umum tentang cara pandang kita terhadap kaum
tunurungu. Ternyata dalam beberapa hal, kualitas diri kaum tunarungu kadang bisa
melebihi kemampuan orang normal. Tentu saja kemampuan ini mesti dikembangkan
lewat jalur pendidikan yang jelas dan terarah. Hal ini dibuktikan oleh Ratna.
Berkat ketekunan, kedisiplinan dan keuletannya, alumni SLB/B Dena-Upakara Wonosobo
ini mampu bersaing hingga mendirikan salon sendiri. Namun sebelumnya ia harus
tekun dan ulet mengikuti kursus kecantikan. Begitu juga RUM yang sering mendapat pujian
orang normal karena tekun, disiplin dan jujur bekerja sebagai tukang jahit. Yang
luar biasa lagi adalah Didik Suprianto (alumni SLB/B Don Bosco, Wonosobo). Ia
merupakan karyawan Mc Donald yang meraih predikat Exellent sebanyak 3 kali. Sementara temannya Michaela (Perawat) dan
Tri Widarto PNS Dinas Pekerjaan Umum Propinsi DIY) juga dikenal memiliki
semangat kerja, bertanggung jawab dan memiliki disiplin yang tinggi.
Tidak
hanya lewat dunia kerja, kaum tunarungu juga bisa mengaktulisasikan diri dalam
wadah organisasi. Ini terbukti dengan lahirnya paguyuban ADECO tahun 1998 dan
organisasi GERKATIN tahun 1981. Dalam bidang jurnalistik pun tidak ketinggalan.
Guna mengasah kemampuan menulis dan menambah pengetahuan bahasa, kaum tunarungu
memiliki wadah majalah “PENGHIBURKU”. Sayang, akhir tahun 1993 majalah
PENGHIBURKU bangkrut, kemudian digantikan oleh bulletin INFO-ADECO. Pilihan
aktualisasi yang lain adalah mencoba eksis dalam bidang ekonomi (koperasi). Keinginan
ini terwujud dengan dibentuknya Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) pada tahun
1999.
Ada beberapa hal yang
menarik dari buku ini. Pertama, buku ini membuka pengetahuan-pemahaman
masyarakat tentang kaum tunarungu. Diharapkan dari pemahaman ini masyarakat bisa
memberikan apresiasi yang sewajarnya bagi keberadaan kaum tunarungu. Sehingga
dalam realita, kita bisa lebih terbuka-mencintai-mendampingi dan menerima
eksistensi kaum tunarungu menjadi bagian dari lingkungan kita.
Kedua,
kehadiran buku ini merupakan cermin diri bagi masyarakat umum agar tidak mudah
mengeluh dalam menghadapi setiap masalah kehidupan. Tidak ada alasan bagi kita
untuk mengedepankan kelemahan apalagi memaki diri. Hal ini mengingat kita lahir
dengan senjata (baca: indera) yang lengkap. Seharusnya, kita tumbuh menjadi
orang kuat dan tangguh. Disinilah letak spirit buku ini.
Dibalik
kelebihannya, buku ini masih memiliki beberapa
kekurangan. Karena disusun dari beberapa tulisan lepas, maka tidak bisa
dihindarkan bahwa ada bagian-bagian yang sama diulang dalam satu bab. Kekurangan
yang kedua adalah bagian riwayat penulis tidak dijelaskan secara mendetail. Di
samping itu, masih terdapat beberapa penggunaan kata yang tidak baku. (I Ketut Serawan)
0 komentar:
Posting Komentar