Senin, 24 Oktober 2016



Bercermin dari Spirit Anak Tunarungu

Judul               : Menggapai Prestasi di Telaga Sunyi: Dinamika  Pendidikan  
  Kaum Tunarungu
Penyusun           :T. Priyo Widiyanto
Tebal               : i-xiv, 133 halaman
Penerbit             : Universitas Sanata Dharma

Kehadiran anak tunarungu merupakan aib bagi keluarga. Itulah sebabnya ketika keluarga dikarunia anak tunarungu, mereka menjadi sedih, kecewa, murung, malu dan minder. Di samping dianggap menurunkan derajat keluarga, anak tunarungu juga dipandang tidak memiliki masa depan. Anggapan ini sangat mendasar sebab anak tunarungu memiliki keterbatasan indera (tunabahasa dan tunawicara) yang bisa menghambat proses pengembangan diri, pengembangan pengetahuan, berinteraksi sosial, maupun dalam hal meraih pekerjaan. Akibatnya, kaum tunarungu sering dimarginalkan eksistensinya di tengah masyarakat.
Sesungguhnya anak tunarungu ingin tumbuh dan berkembang menjadi pribadi manusia seutuhnya. Mereka memiliki impian berkembang dalam pemikiran, kemampuan, karakter, tingkah laku sama seperti anak normal pada umumnya. Mereka ingin mengembangkan emosi, afeksi, kognitif, psikomotorik, dan spiritualitas. Mereka membutuhkan penerimaan dan kepercayaan diri untuk dihargai sebagai manusia. Dalam konteks inilah kehadiran orang lain menjadi signifikan. Hanya lewat berelasi dengan lain atau sesama, mereka akan menjadi manusia penuh dan utuh.
Itulah yang dikupas dalam buku “Menggapai Prestasi di Telaga Sunyi: Dinamika Pendidikan Kaum Tunarungu. Buku ini disusun oleh T. Priyo Widiyanto dari beberapa tulisan (artikel dan makalah) yang ditulis oleh kalangan para pengajar tunarungu dan alumni siswa tunarungu. Apa yang tertulis dalam buku ini membuka mata masyarakat umum tentang cara pandang kita terhadap kaum tunurungu. Ternyata dalam beberapa hal, kualitas diri kaum tunarungu kadang bisa melebihi kemampuan orang normal. Tentu saja kemampuan ini mesti dikembangkan lewat jalur pendidikan yang jelas dan terarah. Hal ini dibuktikan oleh Ratna. Berkat ketekunan, kedisiplinan dan keuletannya, alumni SLB/B Dena-Upakara Wonosobo ini mampu bersaing hingga mendirikan salon sendiri. Namun sebelumnya ia harus tekun dan ulet mengikuti kursus kecantikan.  Begitu juga RUM yang sering mendapat pujian orang normal karena tekun, disiplin dan jujur bekerja sebagai tukang jahit. Yang luar biasa lagi adalah Didik Suprianto (alumni SLB/B Don Bosco, Wonosobo). Ia merupakan karyawan Mc Donald yang meraih predikat Exellent sebanyak 3 kali. Sementara temannya Michaela (Perawat) dan Tri Widarto PNS Dinas Pekerjaan Umum Propinsi DIY) juga dikenal memiliki semangat kerja, bertanggung jawab dan memiliki disiplin yang tinggi.
Tidak hanya lewat dunia kerja, kaum tunarungu juga bisa mengaktulisasikan diri dalam wadah organisasi. Ini terbukti dengan lahirnya paguyuban ADECO tahun 1998 dan organisasi GERKATIN tahun 1981. Dalam bidang jurnalistik pun tidak ketinggalan. Guna mengasah kemampuan menulis dan menambah pengetahuan bahasa, kaum tunarungu memiliki wadah majalah “PENGHIBURKU”. Sayang, akhir tahun 1993 majalah PENGHIBURKU bangkrut, kemudian digantikan oleh bulletin INFO-ADECO. Pilihan aktualisasi yang lain adalah mencoba eksis dalam bidang ekonomi (koperasi). Keinginan ini terwujud dengan dibentuknya Usaha Bersama Simpan Pinjam (UBSP) pada tahun 1999.
Ada beberapa hal yang menarik dari buku ini. Pertama, buku ini membuka pengetahuan-pemahaman masyarakat tentang kaum tunarungu. Diharapkan dari pemahaman ini masyarakat bisa memberikan apresiasi yang sewajarnya bagi keberadaan kaum tunarungu. Sehingga dalam realita, kita bisa lebih terbuka-mencintai-mendampingi dan menerima eksistensi kaum tunarungu menjadi bagian dari lingkungan kita.
Kedua, kehadiran buku ini merupakan cermin diri bagi masyarakat umum agar tidak mudah mengeluh dalam menghadapi setiap masalah kehidupan. Tidak ada alasan bagi kita untuk mengedepankan kelemahan apalagi memaki diri. Hal ini mengingat kita lahir dengan senjata (baca: indera) yang lengkap. Seharusnya, kita tumbuh menjadi orang kuat dan tangguh. Disinilah letak spirit buku ini.  
Dibalik kelebihannya,  buku ini masih memiliki beberapa kekurangan. Karena disusun dari beberapa tulisan lepas, maka tidak bisa dihindarkan bahwa ada bagian-bagian yang sama diulang dalam satu bab. Kekurangan yang kedua adalah bagian riwayat penulis tidak dijelaskan secara mendetail. Di samping itu, masih terdapat beberapa penggunaan kata yang tidak baku. (I Ketut Serawan)

0 komentar:

Posting Komentar