Pohon Prasi (Lantana) di Nusa Penida. Foto: I Ketut Serawan
Salah satu permainan favorit anak
era 80-an dan 90-an di Nusa Penida (NP) ialah bedil-bedilan. Bedil-bedilan ini
terdiri atas 3 bagian. Pertama, bodi lubang tempat mimis (peluru bundar).
Kedua, tangkai pendorong mimis. Ketiga, mimis itu sendiri. Bodi dan tangkai
bedil terbuat dari bambu, sedangkan mimisnya menggunakan buah prasi (lantana)
yang setengah matang.
Cara
membuatnya sederhana. Ranting pohon bambu (seukuran jari orang dewasa) dipotong
menjadi kurang lebih 15-25 cm tanpa buku-buku. Kemudian, dibuatkan tangkai pendorong
bulat panjang dari bilah bambu. Besar dan panjangnya menyesuaikan lubang bodi mimis.
Namun
ingat, ujung tangkai pendorong tidak boleh sama panjang dengan bodi lubang mimis.
Tangkai harus dibuat lebih pendek dari satu ukuran mimis. Begitu ful didorong,
maksimal menyentuh permukaan mimis pada ujung lubang bodi.
Kunci
utama bedil-bedilan ini sukses ialah ukuran buah prasi yang digunakan sebagai mimis.
Ukurannya harus pas memenuhi lubang bodi bedil. Jangan sampai ada celah angin
masuk. Jika sampai udara atau angin masuk (alias agak longgar), maka tidak ada
tekanan. Ketika didorong, buah prasi akan keluar begitu saja, tanpa suara
letupan.
Sebaliknya,
jika pas memenuhi permukaan dinding lubang, maka muncul tekanan pada mimis di
ujung lubang bodi. Mimis pertama itu akan terpental keluar beberapa meter
dengan suara letupan. Sementara mimis kedua, akan diam di ujung lubang bodi. Ia
akan menunggu terpental keluar jika ada mimis lain yang mendorongnya. Begitu
seterusnya.
Jadi,
setiap anak memiliki buah prasi yang bervariasi, sesuai dengan ukuran besar
lubang bambu yang digunakan. Karena itu, ketika bedil-bedilan usai dibuat, maka
si pemilik akan mencoba besaran lubang dengan buah prasi yang ada. Mereka akan
menyortir sebanyak mungkin buah prasi sebagai persediaan, yang biasa ditaruh di
dalam saku baju atau celana.
Persediaan
buah prasi inilah yang digunakan dalam permainan bedil-bedilan. Sistem
bermainnya sederhana. Ada dua kubu (kelompok) yang berperang. Diusahakan
masing-masing anggotanya sama. Namun, boleh saja ada yang lebih. Sebelumnya,
kedua kubu menentukan area berperang dan aturan menembak. Hanya boleh menembak
bagian tubuh di bawah kepala.
Begitu
aba-aba dimulai, maka masing-masing kubu akan mencari tempat persembunyian.
Mereka bisa menembak lawan dengan sembunyi-sembunyi maupun secara terbuka.
Siapa
yang terkena tembakan mimis, dianggap gugur. Dia tidak boleh melanjutkan
permainan. Jika semua anggota kelompok terkena tembakan mimis, maka merekalah
yang dinyatakan kalah—walaupun lawan tersisa lagi satu misalnya.
Seringkali
bedil-bedilan itu tidak digunakan untuk berperang, tetapi sekadar eksebisi,
beradu jarak pentalan mimis. Biasanya, anak-anak berkumpul di satu tempat
terbuka. Kemudian, mereka menembakan bedilnya ke arah depan atau ke atas
langit.
Era
80-an dan 90-an, permainan bedil-bedilan dianggap maju. Kebanyakan para
pendukungnya ialah anak laki-laki. Permainan ini sangat tergantung dengan
keberadaan buah prasi di NP. Tanpa buah prasi, senjata bedil-bedilan tidak ada
gunanya.
Pohon Prasi, Manfaat dan Rasa
Alam
Menurut
Wikipedia, pohon prasi atau lantana termasuk perdu. Tergolong ke dalam jenis
tumbuhan berbunga dari famili verbenaceae
yang berasal dari wilayah tropis Amerika Tengah dan Selatan. Tanaman ini
tumbuh di daerah ketinggian 1.700 m dpl dan memiliki banyak percabangan.
Tingginya bisa mencapai 0,5-4 meter.
Batangnya
berkayu, bercabang banyak, ranting bentuk segi empat, berduri, dan berambut.
Kulit batang berwarna coklat, dengan permukaan kasar, daun tunggal berwarna
hijau berbentuk oval dengan pinggir daun bergerigi. Bunga dalam rangkaian yang
bersifat rasemos mempunyai warna putih, merah muda, jingga kuning, dsb. Buahnya
mirip buah buni berwarna hitam mengkilap bila sudah matang.
Dulu, keberadaan pohon prasi/
lantana sangat melimpah di NP. Sangat mudah menjumpainya. Prasi dapat hidup
leluasa di atas permukaan tanah berbatu, di antara bataran tegalan, semak
belukar, ladang-ladang kosong yang tak terurus, dan di bawah kerumuman
pohon-pohon besar lainnya.
Ketika bunganya bermekaran,
prasi menjadi magnet bagi hewan serangga seperti kupu-kupu. Bunga prasi di NP
memiliki varian beragam seperti putih, kuning, orange, merah, jingga dan lain
sebagainya. Begitu juga dengan varian kupu-kupu yang menghinggapinya. Ada
variasi/ kombinasi putih, biru, hitam, merah dan lain-lain.
Selain dimanfaatkan sebagai mimis,
buah prasi yang matang bisa langsung dimakan. Anak-anak seangkatan saya sudah
terbiasa mengkonsumsi buah prasi yang matang. Ciri buah prasi yang matang ialah
berwarna hitam mengkilap.
Saya dan kawan-kawan biasa
mengkonsumsi buah prasi. Sambil mencari buah setengah matang untuk dijadikan mimis,
kami mengambil buah yang matang untuk dimakan. Rasanya manis agak masem. Jadi, buah
yang matang masuk ke mulut, sedangkan yang setengah matang masuk ke kantong
celana atau baju.
Sering pula, saya dan
kawan-kawan memakan buah prasi sepulang sekolah. Dalam keadaan perut kosong,
kami menyeruak di antara rimbun pohon prasi lalu memetik buahnya untuk sekadar
mengganjal perut kami. Begitu pula ketika menyabit rumput untuk pakan sapi. Di
sela-sela kesibukkan menyabit rumbut, kami sempat saja memetik buah prasi untuk
dimakan.
Di samping anak-anak, buah
prasi yang matang juga disukai oleh beberapa jenis burung pemakan buah seperti
pleci dan nagi. Buahnya yang matang
selalu menjadi incaran burung termasuk serangga seperti kupu-kupu.
Bukan hanya buah, hampir semua
bagian pohon prasi/ lantana bermanfaat. Daunnya dimanfaatkan oleh warga untuk
pakan sapi peliharaan. Pun berguna untuk kesehatan karena dipercaya dapat
menyembuhkan luka memar misalnya.
Sementara itu, batang dan
rantingnya yang kering dimanfaatkan oleh warga sebagai kayu bakar. Bagian
percabangan batang sering digunakan sebagai gagang ketapel. Kami biasa memotong
sesuai desain yang dinginkan, lalu mengupas kulit batangnya. Tinggal mendesain
karet ban dalam dan mengikatnya ke batang ketapel.
Ranting-ranting pohon prasi
juga menjadi idola burung-burung untuk berkembang biak terutama burung nagi. Burung yang memiliki sarang
seperti kantong kangguru ini biasanya membuat tempat bertelur di antara rimbun
ranting yang bergelimpangan sehingga tidak terlihat dari luar.
Ketika hobi bonsai menjangkiti
masyarakat, beberapa pencinta bonsai memburunya. Akarnya dicongkel. Batang dan
rantingnya yang panjang dipotong menjadi lebih pendek untuk memberi kesan
kerdil.
Namun, seiring perkembangan
waktu, keberadaan pohon prasi sudah tak populer lagi sekarang, terutama di
kalangan anak-anak. Bahkan, dapat dikatakan tidak dikenal oleh anak-anak.
Bedil-bedilan tradisional sudah tak laku lagi.
Kini muncul beragam permainan
anak-anak. Permainan yang lebih canggih dan modern. Tidak perlu usaha dan
kreativitas. Cukup bermodalkan uang, maka anak-anak sudah dapat memainkan
bedil-bedilan (pistol) yang modern, lengkap dengan audio, kerlip lampu dan mimis
yang tak lagi menggunakan buah prasi.
Akibatnya, permainan tradisional
bedil-bedilan kian asing bagi anak-anak sekarang. Jangankan memainkannya,
melihat tampangnya saja mungkin tidak pernah. Faktor keterasingan ini sangat berpengaruh menciptakan jarak antara
anak-anak dengan pohon prasi.
Tanpa disadari, permainan
tradisional bedil-bedilan mengedukasi anak-anak bahwa betapa pentingnya menjalin
kedekatan dengan alam sekitar. Dalam permainan ini, anak-anak dibentuk memiliki
karakter cinta terhadap alam. Mungkin permainan ini “lebih intens” mengajarkan anak-anak tentang pelajaran IPA
atau Biologi.
Mereka langsung praktik dengan
dunia nyata. Mereka tidak hanya melihat gambar-gambar, video, dan atau hanya
membaca deskripsi tentang pohon prasi/ lantana. Sebaliknya, anak-anak langsung
melihat, mengamati dan bersentuhan dengan pohon prasi.
Model pembelajaran tersebut mungkin
jauh lebih bermakna dibandingkan dengan menghabiskan materi pada buku paket IPA
atau LKS di bangku sekolah formal. Mereka hanya memiliki rasa menghapal,
digantung bayang-bayang teori, dikarbit menghabiskan materi, dan diracuni
dengan metode pembelajaran yang monoton.
Seringkali pembelajaran IPA
melupakan sentuhan rasa alam (Biologi) pada anak-anak. Mereka hanya memiliki
pengetahuan alam, tetapi tidak memiliki rasa alam. Hal ini didukung karena
cakupan materi yang dipelajari jauh dari alam anak-anak. Para guru IPA sangat
jumawa mengajarkan materi tentang tumbuh-tumbuhan yang tidak ada di lingkungan
anak-anak.
Efeknya bisa ditebak.
Anak-anak semakin jauh dengan alam yang dipelajarinya. Lalu, bagaimana kondisi
ini dapat menciptakan “kedekatan”. Kedekatan yang saya maksud ialah hubungan batin
antara anak-anak dengan alam sekitarnya. Karena itu, saya sangat respek dengan
model permainan bedil-bedilan zaman dulu.
Apakah masih relevan
diterapkan sekarang? Mungkin tidak. Akan tetapi, model permainan bedil-bedilan
ini setidak-tidaknya dapat dijadikan model pembelajaran “cinta alam” bagi
anak-anak, sehingga tumbuh rasa cinta terhadap lingkungan alam sekitarnya.
Hadirnya sekolah formal yang
menciptakan jarak antara anak-anak dan lingkungan alam nyatanya, membuat pohon prasi
semakin kabur dari peta ingatan anak-anak NP sekarang. Kasus ini diperkuat oleh
hegomoni bedil-bedilan modern yang menjajah selera anak-anak sekarang.
Artinya, alam prasi (baca: pohon prasi) akan
lenyap dari peta lingkungan alam anak-anak NP ke depan.
Cara pandang tersebut jelas
akan mengancam eksistensi prasi dari alam kenyataan. Buntutnya, prasi tidak
dianggap menjadi bagian lingkungan alam NP. Nasib pahit ini mungkin sudah
diprediksi sebelumnya.
Karena itulah, muncul nama
Prasi di dekat kampung saya. Nama dari salah satu sumber mata air yang ada di
NP. Mata airnya masih mengalir hingga kini. Saya tidak tahu persis apakah nama
itu sengaja digunakan untuk mengabadikan pohon prasi. Atau jangan-jangan nama
Prasi memang terinspirasi oleh keberadaan pohon prasi yang melimpah di
sekitarnya pada zaman dulu.
Semuanya masih kabur. Mirip
mungkin dengan kaburnya nasib pohon prasi dari alam pikiran anak-anak nantinya.
Namun, kita berharap jejak kisahnya tidak sampai dikaburkan begitu saja. Semoga
warna-warni kisah pohon prasi di NP tetap abadi mengalir pada ceruk dan derasnya
mata air Prasi.
0 komentar:
Posting Komentar