Porter lepas asal NP
hendak mengangkat barang titipan
Pembangunan tidak
selalu dirasakan berdampak positif bagi setiap masyarakat. Itulah (mungkin)
yang dialami oleh kelompok porter
(tukang angkut) asal Nusa Penida di Pelabuhan Sanur sekarang. Semenjak
Pelabuhan Sanur (modern) diresmikan per tanggal 9 November 2022, nasibnya justru
menjadi ketar-ketir. Pihak otoritas pelabuhan tidak mengizinkan mereka
beroperasi di lingkungan pelabuhan. Situasi ini menjadi lebih sulit—bahkan
dibandingkan waktu mereka bersinggungan dengan porter milik perusahaan fastboat
(FB).
Sebelumnya,
kelompok porter ini pernah mengalami kondisi
sulit yang hampir mengancam eksistensi mereka. Waktu itu, mereka harus berhadapan
dengan porter milik perusahaan fastboat.
Kok
ada porter perusahaan? Hal ini
berkaitan dengan persaingan servis antara perusahaan FB. Perusahaan FB ingin
menjaga kualitas servis kepada penumpang. Dari sinilah, muncul kompetisi layanan
tenaga porter secara gratis dari perusahaan.
Barang-barang
bawaan penumpang menjadi tanggung jawab penuh dari sang porter perusahaan. Mereka mengangkat, menjaga dan menurunkan barang
para penumpang tanpa bayaran sepeser pun. Pokoknya gratis.
Kejadiannya
berlangsung sekitar tahun 2016. Saat itu, perusahaan FB mulai berkembang pesat.
Mereka melabuhkan FB-nya di Pelabuhan Sanur, tepatnya di area Pantai Bangsal.
Area yang menjadi kawasan operasi dari kelompok porter lepas tersebut.
Eksistensi
porter perusahaan ini mengakibatkan posisi
kelompok porter lepas menjadi mengambang.
Mereka kebingungan ketika mengambil barang penumpang yang berlabuh di Pelabuhan
Sanur (Pantai Bangsal). Pasalnya, setiap FB yang berlabuh, semua barang
penumpangnya diturunkan oleh porter
perusahaan.
Karena
kelompok porter lepas ini tidak
memiliki legalitas, akhirnya jalur diplomasi pun ditempuh. Mereka bernegoisasi
dengan pihak perusahaan FB. Hasilnya, kedua kelompok porter berkolaborasi dalam mengangkut barang penumpang FB. Kelompok
porter lepas diberikan kesempatan
membantu porter perusahaan dengan
persentase setoran yang disepakati (umumnya 1:3). Keputusan ini memberikan
napas panjang kepada kelompok porter
lepas. Setidaknya, mereka masih bisa beroperasi meskipun dengan pendapatan yang
tidak semaksimal sebelumnya.
Meskipun
dengan pendapatan 1:3, kelompok porter
lepas ini dapat meraup penghasilan yang cukup per harinya. Rata-rata per orang
mampu mendulang nominal sekitar Rp 200.000 per harinya.
Penghasilan
tersebut tidak lepas dari bertumbuhnya pariwisata di NP. Akses penyeberangan
kian bertumbuh. Perusahaan FB bertumbuh. Persaingan transportasi laut semakin
kompetitif. Frekuensi penyeberangan juga meningkat. Hal ini berdampak terhadap
jumlah barang yang menyeberang ke pulau NP—dan berdampak terhadap penghasilan
para porter lepas tersebut.
Situasi
tersebut berlangsung dari tahun 2016 hingga 2022. Akhir tahun 2022, pelabuhan
modern nan megah selesai dibangun di area Pantai Matahari Terbit, sebelah utara
Pantai Bangsal. Pelabuhan yang menghabiskan dana APBN sekitar 395,3 miliar ini
seperti hendak mengubur mimpi para porter
lepas tersebut. Mereka tidak bisa menembus area pelabuhan modern dan tidak bisa
menjalankan jobnya seperti biasa.
Lalu,
bagaimana nasib para porter lepas ini
selanjutnya? Sebelum membahas lebih dalam, ada baiknya kita melihat ke belakang
siapa sesungguhnya kelompok porter
lepas ini?
Sekilas tentang
Kelompok Porter Lepas
Kelompok
porter lepas ini merupakan warisan
era jukung tradisional dulu (tahun 90-an—2000-an). Perusahaan jukung
tradisional dulu memang tidak menyediakan jasa tukang angkut (porter). Mereka hanya memiliki awak
jukung yang terbatas. Biasanya, berkisar 2-4 orang. Satu sebagai kapten utama
dan satunya lagi sebagai asisten kapten. Sisanya, sebagai tukang lempar tali manggar jukung.
Ketika
bersandar di pelabuhan Sanur, kelompok porter
inilah yang melayani jasa bongkar muat barang. Mereka mengangkut barang
penumpang dengan harga yang ditetapkan sepihak oleh sang porter. Mau dibayar berapa, merekalah yang menentukan sendiri.
Namun,
kadang-kadang ada penumpang pemilik barang langsung memberikan jasa angkut
tanpa menanyakan ongkosnya. Situasi inilah yang sering menyebabkan tarik ulur
perdebatan yang cukup serius. Seringkali ada sang porter merasa kurang puas dengan nominal diterima lalu meminta
tambahan kepada sang pemilik barang. Akan tetapi, ada pula porter menerima saja meskipun dalam hati mereka merasa belum puas
dengan ongkos jasa angkutnya.
Biasanya,
biaya angkutnya bervariasi. Tergantung berat-ringannya barang. Kisarannya mulai
dari Rp 5.000-Rp 10.000. Jarak angkutnya tidak begitu jauh. Dari jukung dan
menaruhnya di tempat aman dari sapuan ombak air laut. Selanjutnya, penumpanglah
yang membawa barangnya sendiri.
Selain
mengangkut barang, para porter lepas ini
juga mengangkut penumpang. Mereka akan memanen rezeki ketika penumpang turun-naik
jukung dalam kondisi air laut pasang. Jika penumpang memaksakan diri turun atau
naik dari (dan ke) jukung, maka seluruh tubuh akan basah kuyup. Dari sinilah
sang porter hadir menggendong atau menyunggi penumpang agar tidak basah
ketika turun atau naik jukung. Per satu penumpang, mereka bisa meraup nominal
rata-rata Rp 5.000- Rp 10.000.
Jika
ditambahkan dengan jasa angkut barang, mereka bisa membawa pulang rata-rata uang
sejumlah minimal Rp 250.000 hingga Rp 500.000 per setengah hari. Pasalnya, era
transportasi jukung, arus penyeberangan sangat terbatas. Keberadaan jukung terbatas.
Intensitas aktivitas masyarakat NP juga terbatas.
Justru
pada zaman keterbatasan itulah, kelompok porter
lepas ini mendapatkan rezeki yang berlimpah. Mereka bekerja sebagai porter hanya beberapa jam. Sisanya,
dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi sampingan. Kebanyakan dari mereka menyakap (sewa) lahan pertanian di
wilayah Sanur. Sewa lahan ini digunakan untuk aktivitas beternak sapi, menanam
jagung, menanam bunga dan lain sebagainya.
Kelompok
porter lepas ini tidak memiliki
kekuatan yuridis (hukum). Mereka hanya kelompok kecil yang taat dengan wilayah
kerja. Mereka ikut bertanggung jawab menjaga kebersihan di area Pantai Bangsal.
Mereka harus menjalankan kewajiban membersihan lingkungan area pantai setiap
hari, sebelum memulai bekerja. Di samping itu, mereka juga memberikan feedback penghasilan (setoran) kepada
wilayah adat setempat per bulan.
Kelompok
porter ini berasal dari kelas ekonomi
dan pendidikan yang cukup rendah. Jumlah yang aktif sekarang kurang lebih 7
orang. Beberapa bahkan ada yang tidak tamat SD. Situasi ini tidak membuat
mereka minder. Sebaliknya, justru membuat mereka ditempa menjadi pekerja keras.
Hampir semuanya bisa mencukupi dirinya dengan sandang, pangan dan papan secara
mandiri.
Nasib Pasca
Pelabuhan Modern
Kedigjayaan
ekonomi para porter lepas ini kian
merosot seiring perkembangan zaman. Makin
ke depan, tangkapan rezekinya terancam kian meredup. Bukan hanya soal rezeki,
bahkan eksitensinya pun terancam tenggelam.
Keberadaan
porter perusahaan FB sebetulnya
hendak mengubur nasib porter lepas
itu. Jika monopoli diberlakukan oleh perusahaan FB, maka tamatlah riwayat porter lepas warisan era jukung
tersebut. Namun, berkat lobi dan negosiasi yang alot, kedua belah pihak
akhirnya memutuskan hasil yang manusiawi.
Sesungguhnya,
porter lepas itu hanya memiliki
kekuatan teritorial. Mereka memiliki kewenangan operasi angkut di sekitar
Pantai Bangsal karena ada faktor keterikatan dengan pihak desa adat setempat.
Mereka dikenai kewajiban membersihkan areal pantai. Selain itu, mereka juga
dijaga oleh kewajiban setoran per bulan kepada pihak desa adat. Artinya, mereka
punya kewenangan beroperasi atas keterikatan teritorial tersebut.
Barangkali,
faktor teritorial itulah yang menyebabkan posisi porter lepas tersebut menjadi cukup kuat. Posisi inilah yang mungkin
memengaruhi lobi berakhir dengan cukup memuaskan bagi kedua belak pihak. Para porter lepas diberikan kesempatan
membantu porter FB dalam menangani
barang-barang yang akan dinaikkan atau diturunkan dari FB.
Atas
dasar kekuatan “teritorial” dan faktor kemanusiaan, eksistensi porter lepas terselamatkan. Mereka dapat
menjalani job-nya seperti biasa. Namun, totalitas pendapatan tidak sebesar era
zaman jukung tradisional dulu. Bagi porter
lepas, eksistensi job mungkin lebih urgen daripada menimbang pendapatan. Lebih
baik masih ada pekerjaan dibandingkan sama sekali tidak bekerja.
Namun,
persoalan menjadi lebih rumit ketika pelabuhan modern sanur dibangun. Pelabuhan
Sanur dibangun di areal Pantai Matahari Terbit, di luar teritorial Pantai
Bangsal. Lalu, strategi apa yang digunakan oleh para porter lepas tersebut untuk menyelamatkan eksistensinya?
Sejatinya,
kelompok porter lepas tersebut sudah
bersiap-siap mengubur mimpi-mimpinya. Pasalnya, mereka jelas tidak bisa masuk
ke Pelabuhan Sanur. Pertama, Pelabuhan Sanur dibangun di luar areal Pantai
Bangsal. Kedua, Pelabuhan Sanur diprioritaskan untuk “sirkulasi” penumpang.
Karena itu, setiap penumpang dianjurkan tidak membawa barang bawaan yang
berlebihan.
Berbeda
dengan waktu pelabuhan FB berada di areal Pantai Bangsal. Tidak ada kebijakan
tentang keterbatasan barang bawaan. Bahkan, perusahaan FB sangat terbuka
menerima barang titipan yang hendak diseberangkan ke NP.
Semenjak
beroperasi, Pelabuhan Sanur sangat ketat dan komitmen dengan kebijakannya. Kebijakan
ini membuat masyarakat yang hendak menitip barang menjadi kelimpungan. Jika
menitip ke kapal di Pelabuhan Padang Bay terlalu jauh. Di samping itu,
kapasistas barang yang dititip juga tanggung (misalnya 1-2 dus barang atau 1-2
karung).
Dampak
kebijakan Pelabuhan Sanur ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat umum,
terutama kelompok porter lepas.
Mereka pasrah dan hampir membubarkan diri. Syukurnya, ada celah underground (tercembunyi). Awak FB
membuka peluang untuk memperpanjang napas para porter lepas tersebut.
Beberapa
awak FB membuka lowongan penitipan barang melalui areal Pantai Bangsal. Jadi, sebelum
masuk antrian di Pelabuhan Sanur, awak FB ini bersandar untuk menaikkan barang
titipan di Pelabuhan Pantai Bangsal. Beberapa ada yang menggunakan boat kecil (skoci) untuk mengambil
barang titipan di Pantai Bangsal. Jasa angkut ini menggunakan tenaga porter lepas.
Untuk
kedua kalinya, nasib porter lepas ini
terselamatkan hingga sekarang. Mereka tetap bisa melangsungkan hidupnya dengan mengangkut
khusus barang titipan dengan persentase ongkos yang telah disepakati oleh awak
FB dengan porter lepas.
Setelah berjalan kurang lebih satu tahun, bayang-bayang masalah muncul lagi. Sekarang, mulai muncul boat cargo lengkap dengan jajaran porternya untuk mengakomodir jasa penitipan barang ke NP. Keberadaan boat cargo ini seolah-olah hendak monopoli per-porter-an di Pantai Bangsal.
Tentu para porter lepas tersebut sudah menyiapkan strategi atas kemungkinan hegemoni perusahaan boat cargo beserta jajaran porternya. Namun, apapun dinamikanya nanti, kita berharap kelompok porter lepas ini tetap eksis dan tetap dapat melangsungkan hidupnya seperti semula.
0 komentar:
Posting Komentar